Usaha Rintisan Teknologi Finansial Perlu Mendaftar
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usaha rintisan di sektor teknologi finansial yang menyelenggarakan sistem pembayaran kini diharuskan untuk mendaftar ke Bank Indonesia. Ketentuan itu tertuang di dalam peraturan Bank Indonesia tentang Teknologi Finansial.
"Perkembangan teknologi finansial (tekfin) itu bagus dan bisa kita manfaatkan untuk mendorong kegiatan ekonomi di Indonesia. Namun, dengan perkembangan tekfin yang sangat cepat, ada sisi risikonya. Karena itu, BI menyeimbangkan dengan menjaga tekfin tetap berkembang dan bermanfaat dan tidak menimbulkan ketidakstabilan," kata Deputi Gubernur BI Sugeng dalam jumpa pers, Kamis (7/12), di Jakarta.
Pada 29 November lalu, BI menerbitkan PBI No 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Dalam ketentuan tersebut, penyelenggara tekfin di bidang sistem pembayaran wajib mendaftar kepada BI. Hal itu dikecualikan bagi penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) yang telah memperoleh izin dari BI dan penyelenggara tekfin yang telah diatur di bawah kewenangan otoritas lain. Namun, PJSP harus tetap menyampaikan informasi kepada BI mengenai produk, layanan, teknologi, atau model bisnis baru yang memenuhi kriteria tekfin.
Penyelenggara tekfin yang telah terdaftar serta produk, layanan, teknologi, dan model bisnisnya akan diuji coba dalam Regulatory Sandbox. Waktu uji coba produk atau layanan dilakukan selama 6 bulan secara terbatas, misalnya, wilayah operasi dibatasi dalam suatu kawasan tertentu atau dengan melibatkan konsumen yang terbatas.
Status uji coba
Setelah itu, BI akan menetapkan status hasil uji coba berupa berhasil, tidak berhasil, atau status lain yang ditetapkan BI. "Uji terbatas itu dilakukan untuk melihat seperti bentuk produknya. Setelah tahu bentuknya, kami lihat apakah membahayakan atau tidak. Lalu apakah mengandung unsur kegiatan lain atau tidak. Kalau sudah aman, baru dilepas," ujar Sugeng.
Penyelenggara tekfin dilarang melakukan kegiatan sistem pembayaran dengan menggunakan alat tukar virtual. Namun, BI belum mengatur alat tukar virtual yang diposisikan sebagai obyek atau komoditas, bukan sebagai alat tukar.
Kepala Kantor Teknologi Finansial BI Herdiawan Junanto mengatakan, PBI tentang tekfin bertujuan untuk mendorong agar usaha rintisan di sektor tekfin berinovasi. Sebab, tekfin juga berkontribusi dalam perekonomian. Namun, karena arah perkembangan tekfin belum jelas, BI berusaha menghilangkan potensi risiko. (NAD)