JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) mengaku tidak mempunyai kontrol pendistribusian elpiji 3 kilogram sampai ke pembeli akhir. Sistem pembelian elpiji bersubsidi yang terbuka tersebut berpotensi salah sasaran. Tahun ini, konsumsi elpiji bersubsidi diprediksi melebihi kuota.
Direktur Pemasaran Pertamina M Iskandar mengatakan, hingga November 2017, realisasi penyaluran elpiji 3 kg sudah 5,750 juta ton setara dengan 93 persen dari kuota yang ditetapkan dalam APBN Perubahan 2017 sebanyak 6,199 juta ton. Konsumsi elpiji 3 kg sampai akhir tahun ini diperkirakan 1,6 persen lebih banyak dari target.
”Kontrol kami hanya sampai ke pangkalan setelah dari agen penyalur. Padahal, dari pangkalan masih ada pengecer yang ada di luar kontrol Pertamina. Ada sekitar 135.000 pangkalan elpiji di Indonesia, sementara jumlah pengecer jauh lebih banyak lagi,” kata Iskandar dalam konferensi pers, Jumat (8/12), di Jakarta.
Iskandar mengatakan, tak mudah mendistribusikan elpiji 3 kg agar tepat sasaran kepada masyarakat tidak mampu. Sifat penjualan masih terbuka. Kendati di tabung elpiji 3 kg bertuliskan hanya untuk masyarakat miskin, golongan masyarakat mampu masih juga membeli elpiji bersubsidi tersebut.
”Belum ada kriteria keluarga tidak mampu untuk penjualan elpiji 3 kg. Di satu sisi, pemakaian elpiji 3 kg kian luas, tak hanya untuk keperluan memasak, tetapi juga untuk bahan bakar mesin pompa air di sawah, tambal ban, atau industri perikanan,” ujar Iskandar.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mengatakan, pemerintah masih mendata dan memverifikasi kelompok masyarakat yang berhak mendapat subsidi elpiji 3 kg. Untuk sementara, pemerintah berusaha menekan penggunaan elpiji 3 kg yang tak tepat sasaran dengan menggencarkan pemakaian elpiji 5,5 kg yang tak disubsidi negara.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Harya Adityawarman mengatakan, pemerintah masih terus mematangkan rencana distribusi tertutup untuk elpiji 3 kg bersubsidi. Menurut rencana, terdapat 25,7 juta kepala keluarga (KK) yang akan menerima manfaat. Untuk itu, verifikasi dan validasi penerima manfaat akan dilakukan Kementerian Sosial.
”Infrastruktur untuk sistem distribusi tertutup masih dirancang. Kalau sudah siap, nanti akan diterapkan,” kata Adityawarman.
Penerima subsidi
Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Satya Widya Yudha, mengatakan, tetap mendesak pemerintah menerapkan model distribusi tertutup untuk elpiji 3 kg yang disubsidi negara. Model tersebut menggunakan kartu khusus yang hanya dimiliki masyarakat penerima subsidi sehingga hanya masyarakat yang berhak mendapat subsidi yang bisa membeli.
”Apalagi, dalam satu komoditas yang sama terdapat dua harga berbeda, itu berpotensi timbul penyelewengan. Sudah banyak ditemukan praktik penyelewengan, seperti pengoplosan elpiji 3 kg dengan 12 kg,” kata Satya.
Vice President Domestic Gas Direktorat Pemasaran Pertamina Basuki Trikora Putra mengatakan, Pertamina terus memantau ketersediaan elpiji di masyarakat. Setiap ada laporan kelangkaan, akan ditindaklanjuti dengan operasi pasar. Saat ini, stok elpiji Pertamina mencapai 19 hari atau melebihi stok minimal yang selama 11 hari.
”Beberapa waktu lalu kami sudah melaksanakan operasi pasar di Aceh, Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Di beberapa lokasi, pasokan dalam operasi pasar hanya terjual amat sedikit yang berarti tidak bisa dikatakan ada kelangkaan di wilayah itu,” ujar Basuki.
Sebagai alternatif, tahun depan Pertamina akan meluncurkan elpiji 3 kg nonsubsidi. Produk tersebut menjadi pilihan bagi konsumen, khususnya masyarakat mampu. Saat ini, selisih harga elpiji bersubsidi dengan nonsubsidi mencapai Rp 6.200 per kg.
Data dari Kementerian ESDM menunjukkan, realisasi subsidi elpiji pada 2017 Rp 27 triliun. Sejak elpiji 3 kg didistribusikan pada 2007, total subsidi hingga 2016 Rp 206 triliun. (APO/NAD)