JAKARTA, KOMPAS — Berbagai skema pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah direncanakan dilebur ke Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Dengan demikian, apa pun mekanismenya, produk pembiayaan perumahan hanya akan berasal dari Tapera.
”Kalau sudah ada Tapera, semua pembiayaan perumahan ke Tapera. Maka, sekarang yang dilebur adalah Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan dengan PT Asabri supaya bergulir dulu dan membentuk kredibilitas Tapera terlebih dahulu,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Menurut Basuki, dengan Tapera sebagai dasar berbagai program tabungan perumahan, program pembiayaan lain, seperti fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) atau subsidi selisih bunga (SSB), akan digabungkan ke Tapera. Terkait dengan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) yang diluncurkan pada pekan lalu, skema tersebut nantinya juga akan digabungkan ke Tapera.
Namun, terkait produk Tapera yang nanti dapat diakses masyarakat berpenghasilan rendah, belum dibicarakan hingga saat ini. Saat ini, proses Tapera sudah masuk ke pembentukan panitia seleksi (pansel).
Pansel tersebut akan memilih Komisioner beserta Deputi Komisioner Badan Pengelola (BP) Tapera. Dijadwalkan, pada Maret tahun depan, BP Tapera dapat beroperasi.
Uang muka
Adapun program BP2BT diberikan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang bekerja di sektor informal. Syaratnya, mereka telah memiliki tabungan untuk memenuhi sebagian uang muka atau sebagian dana untuk pembangunan rumah.
Program tersebut dijalankan dengan menggunakan pinjaman dari Bank Dunia sebesar 215 juta dollar AS.
Secara terpisah, pengajar Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Institut Teknologi Bandung, M Jehansyah Siregar, mengatakan, Tapera masih memerlukan proses. Masalah lain yang juga menjadi tantangan adalah komitmen menabung dari pekerja formal.
Terkait dengan program BP2BT yang baru diluncurkan pemerintah, menurut Jehansyah, program tersebut sama dengan gerakan menabung agar masyarakat berpenghasilan rendah dapat mengakses kredit bank. Meski demikian, program tersebut dipandang bersifat pasif karena hanya menunggu masyarakat berpenghasilan rendah untuk datang.
”Pembiayaan perumahan rakyat yang benar itu pembiayaan harus mengikuti skema perumahan rakyatnya. Bukan dibalik. Asal dikaitkan rumah, kembali lagi sekadar bisnis bank,” kata Jehansyah. (NAD)