Menurut Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik, sumber daya minyak dan gas bumi yang selama ini menjadi sumber energi utama bakal habis. Selain itu, penggunaan dua jenis sumber daya tersebut menimbulkan dampak lingkungan. Sumber energi mulai dialihkan dari minyak dan gas bumi ke energi terbarukan, seperti tenaga surya, bayu, mikrohidro, dan bahan bakar nabati.
”Dalam berbagai pertemuan dengan sejumlah pemimpin perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi, mereka mulai aktif mengembangkan energi terbarukan. Sudah ada perubahan bisnis di sektor energi,” kata Massa dalam acara Pertamina Energy Forum 2017, Selasa (12/12), di Jakarta.
Kesadaran tentang pentingnya pengembangan energi terbarukan, lanjut Massa, tumbuh kian pesat di seluruh dunia. Dalam konteks internasional, berbagai negara telah menandatangani Perjanjian Paris tahun 2016 untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Indonesia, yang turut menandatangani perjanjian itu, berkomitmen menaikkan porsi energi terbarukan menjadi 23 persen dalam bauran energi nasional pada 2023.
”Bisnis sektor energi terbarukan kian menjanjikan. Diperkirakan, tahun ini sampai 2040, akan ada dana sebesar 7 miliar dollar AS (setara Rp 94,5 triliun) untuk pengembangan energi dari tenaga surya dan tenaga bayu,” ujar Massa.
Senior Energy Analyst in World Energy Outlook (WEO) International Energy Agency Toshiyuki Shirai, dalam diskusi panel mengatakan, negara-negara di Asia Tenggara, serta China dan India, yang selama ini menjadi konsumen energi dalam jumlah besar, juga mulai beralih ke energi terbarukan. Bahkan, China sudah berkomitmen mengurangi pemanfaatan batubara sebagai sumber energi pembangkit listrik.
”Bahan bakar fosil memang masih berperan penting. Namun, kebijakan energi yang baru di seluruh dunia menunjukkan bahwa peran energi terbarukan semakin dominan di masa mendatang,” katanya.
Partner and Managing Director The Boston Consulting Group Asheesh Sastry mengatakan, dengan potensi yang dimiliki Indonesia, gas bumi akan memainkan peranan penting dalam bauran energi di Indonesia. Penetrasi pemakaian gas bakal menguat seiring krisis ketersediaan gas di pasar global.
”Di sektor pembangkit listrik, kebutuhan batubara di Indonesia masih tinggi seiring naiknya permintaan tenaga listrik. Begitu pula dengan potensi panas bumi dan tenaga surya yang masih perlu dukungan penuh para pihak agar pemanfaatannya semakin optimal,” ujar Asheesh.
Integrasi bisnis
Direktur Gas PT Pertamina Yenni Andayani mengatakan, sebagai perusahaan energi yang tak hanya bergerak di bidang minyak dan gas bumi, Pertamina akan terus mengembangkan energi terbarukan di masa mendatang. Jenis energi terbarukan yang sudah lama dikembangkan Pertamina adalah tenaga panas bumi dengan kapasitas terpasang mencapai 587 megawatt (MW).
”Pada 2030, target kapasitas terpasang tenaga panas bumi sebesar 2.300 MW dan tenaga surya mencapai 600 MW. Pertamina akan mengintegrasikan bisnis bidang minyak dan gas bumi dengan energi terbarukan,” ujar Yenni.
Di Indonesia, potensi energi terbarukan mencapai lebih dari 400.000 MW, sedangkan pemanfaatannya kurang dari 10.000 MW. Adapun target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025 setara dengan 45.000 MW. Pengembangan energi terbarukan untuk pembangkit listrik di Indonesia perlu pembiayaan sebanyak Rp 1.400 triliun sampai 2030 mendatang. (APO)