JAKARTA, KOMPAS — Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan proyek Kereta Semicepat Jakarta-Surabaya merupakan proyek pemerintah. Proyek ini tidak ditawarkan dalam skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha, baik swasta maupun milik negara.
”Proyek ini didapat atas pinjaman dari Pemerintah Jepang dan akan dibayarkan oleh APBN. Jepang menginginkan proyek ini dikerjakan oleh pemerintah,” kata Budi Karya dalam jumpa pers akhir tahun di Kementerian Perhubungan, Kamis (14/12).
Proyek ini didapat atas pinjaman dari Pemerintah Jepang dan akan dibayarkan oleh APBN.
Saat ini proyek kereta semicepat masih dalam tahap prastudi kelayakan. Diharapkan studi ini selesai pada April 2018. Jika hasilnya disepakati, baru akan dibuat desain teknis dan lelang. ”Kemungkinan baru akan mulai pembangunan di tahun 2019,” ujar Budi Karya.
Proyek kereta semicepat ini akan menggunakan rel sempit (narrow gauge), memanfaatkan rel yang sudah ada. Kereta ini akan berkecepatan 125-130 km per jam. Karena itu, jarak Jakarta-Surabaya bisa ditempuh dalam tempo kurang dari 6 jam.
Dengan memanfaatkan rel sempit, selain menghemat waktu pembangunan, juga akan menghemat anggaran pembangunan. Jika menggunakan rel baru, biayanya bisa mencapai Rp 80 triliun. Adapun dengan rel yang sudah ada hanya dibutuhkan Rp 51 triliun.
”Wapres (Wakil Presiden Jusuf Kalla) sudah meminta agar biaya pembangunannya dihitung sangat efisien sehingga kalau bisa di bawah lagi,” ujar Menhub.
Sementara itu, untuk kepentingan ekspansi dan pembiayaan ulang proyek-proyek, PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) berencana menerbitkan surat utang global.
Pelindo III
Walaupun tidak menyebutkan kapan obligasi ini akan dikeluarkan, Pelindo III membutuhkan dana segar pada semester I-2018. ”Saat ini kami membutuhkan belanja modal hingga Rp 7,8 triliun, sedangkan kebutuhan pembiayaan ulang sebesar Rp 4,5 triliun, dan pembayaran utang sebesar 66 juta dollar AS,” kata Direktur Utama PT Pelindo III Ari Askhara, Kamis.
Ari mengatakan, saat ini pihaknya sedang menghitung berapa besar surat utang yang akan diterbitkan. Namun, Pelindo III mempunyai potensi untuk mengeluarkan obligasi hingga 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 13,5 triliun dengan tenor 10 tahun.
Penerbitan surat utang ini juga masih belum diputuskan apakah akan ditawarkan dalam denominasi rupiah di pasar uang lokal, denominasi rupiah di pasar uang global, atau denominasi dollar AS di pasar global.
”Kami masih mempertimbangkan mana yang lebih baik. Namun, menurut perhitungan akan lebih menguntungkan jika ditawarkan dalam denominasi dollar di pasar global,” kata Ari. (ARN)