JAKARTA, KOMPAS — Menurunnya kinerja ekspor perikanan yang terjadi sepanjang tahun 2017 perlu menjadi perhatian pemerintah. Penurunan volume dan nilai ekspor perikanan ini dipandang sebagai ironi karena terjadi seiring peningkatan stok ikan di laut dan bertumbuhnya usaha perikanan budidaya di Indonesia.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan, volume ekspor perikanan selama Januari-September 2017 tercatat 748.850 ton dengan nilai 3,172 miliar dollar AS. Nilai ekspor itu hanya 41 persen dari target nilai ekspor perikanan tahun ini sebesar 7,6 miliar dollar AS.
"Ada selisih target dan realisasi nilai ekspor yang sangat besar, yang masih harus dikejar hingga akhir tahun ini," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan, di Jakarta, Kamis (14/12). Menurut Abdi, rendahnya pencapaian ekspor itu ironis mengingat pemerintah mengklaim terjadi peningkatan stok sumber daya ikan nasional.
Ada selisih target dan realisasi nilai ekspor yang sangat besar, yang masih harus dikejar hingga akhir tahun ini.
KKP telah menargetkan nilai ekspor perikanan tahun 2018 sebesar 8,53 miliar dollar AS. Pencapaian target ekspor perikanan harus dipacu dengan membangkitkan usaha perikanan dalam negeri untuk memanfaatkan stok ikan secara lestari, serta mendorong perluasan pasar ekspor.
"Pemerintah harus menjaga momentum meningkatnya stok ikan di laut Indonesia agar sejalan dengan peningkatan nilai ekspor. Meningkatnya nilai ekspor akan mendorong perekonomian domestik," ujar Abdi.
Peluang ekspor perikanan bagi Indonesia sebenarnya kini makin terbuka lebar dengan diberikannya kartu kuning oleh Uni Eropa untuk komoditas tuna dari beberapa negara pesaing Indonesia, seperti Vietnam, China, dan Filipina.
Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai produsen perikanan tangkap dunia setelah China, dengan produksi perikanan tangkap sebesar 6,016 juta ton. Namun, hingga kini Indonesia masih tertinggal dalam ekspor perikanan. Indonesia tidak termasuk 10 negara terbesar eksportir perikanan, tertinggal dari Vietnam, India, dan Thailand yang masuk dalam 10 besar eksportir dunia.
Abdi mengatakan, terdapat sejumlah hambatan produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil perikanan yang berorientasi ekspor. Unit pengolahan ikan dalam negeri saat ini mengeluhkan menurunnya ketersediaan bahan baku. Di sektor hulu, kemudahan perizinan kapal ikan dan masalah perizinan kapal pengangkutan ikan oleh KKP perlu dituntaskan agar tidak menjadi hambatan pelaku usaha perikanan.
Peneliti DFW-Indonesia, Nilmawati, mengatakan, untuk meningkatkan nilai dan volume ekspor perikanan, KKP perlu membenahi sistem ketertelusuran produk perikanan agar dapat terakses atau terlacak oleh keseluruhan rantai perdagangan. Ketertelusuran atau asal-usul produk perikanan penting karena pasar luar negeri kini makin menuntut proses produksi yang transparan dan ramah lingkungan.
Pelaksana Tugas Direktur Pemasaran KKP Berny Subki mengemukakan, target ekspor perikanan tahun ini telah direvisi dari 7,6 miliar dollar AS menjadi 4,5 miliar dollar AS. Pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Revisi dilakukan seiring dengan kondisi pasar global yang masih fluktuatif.
"Kita harus realistis dengan kondisi pasar ekspor. Preferensi (pasar) berubah seiring penyesuaian permintaan, di samping masih ada hambatan tarif bea masuk di sejumlah negara tujuan utama ekspor," katanya. (LKT)