Secara terpisah, Bank Dunia menyampaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018 sebesar 5,3 persen. Pertumbuhan PDB ini didorong pertumbuhan investasi, pemulihan konsumsi rumah tangga, dan peningkatan belanja pemerintah.
LIPI juga memperkirakan inflasi pada 2018 sebesar 4,12 persen dan nilai tukar Rp 13.311 per dollar AS. Adapun dalam asumsi makro APBN 2018, inflasi ditargetkan 3,5 persen dan nilai tukar Rp 13.400 per dollar AS.
”Konsumsi akan tetap menjadi tulang punggung pertumbuhan selain investasi, ekspor, dan belanja pemerintah,” kata Kepala Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI Agus Eko Nugroho di Jakarta, Kamis (14/12).
Di sisi lain, kata Agus, sejak 2011 ada kecenderungan penurunan konsumsi rumah tangga pada kalangan menengah bawah. ”Tendensi penurunan daya beli kalangan menengah bawah antara lain karena kenaikan upah buruh dan petani yang relatif tidak signifikan. Sumber inflasi bukan dari bahan pangan, tetapi dari peningkatan harga barang-barang konsumer. Ini yang penting dicermati,” katanya.
Peneliti Senior P2E LIPI Latif Adam mengatakan, simulasi yang dilakukan LIPI menunjukkan elastisitas anggaran infrastruktur terhadap PDB periode 2004-2017 berkisar 0,53 persen. ”Artinya, kenaikan 1 persen anggaran infrastruktur memiliki kemungkinan mendorong pertumbuhan ekonomi 0,53 persen,” ujar Latif.
Pada 2009-2014, anggaran infrastruktur tumbuh 12,3 persen, sedangkan PDB tumbuh 13,5 persen. Pada 2014-2017, anggaran infrastruktur tumbuh 33,3 persen, sedangkan PDB hanya tumbuh 7,3 persen.
Menurut Latif, kondisi tersebut dimungkinkan karena perlu waktu agar infrastruktur berdampak bagi pertumbuhan ekonomi. Adapun faktor lain adalah tingkat efektivitas dari program infrastruktur. Pemangku kepentingan, ujar Latif, berperan penting untuk mengefektifkan pembangunan infrastruktur.
Dalam kesempatan terpisah, ketua grup terfokus pembiayaan, pembangunan, dan investasi Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Destry Damayanti mengatakan, banyak proyek yang bisa dimanfaatkan atau dioptimalkan sebagai salah satu alternatif mendatangkan pendapatan bagi BUMN.
”Kita tahu BUMN, khususnya yang terkait konstruksi, sedang punya target luar biasa dalam rangka memperbaiki konektivitas di Indonesia,” kata Destry.
Destry mengatakan, pendalaman pasar keuangan mensyaratkan emiten yang makin banyak, basis investor yang cukup, serta keberadaan instrumen.
Efektif
Kepala Ekonom Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander dalam paparannya di Jakarta, kemarin, menyatakan, belanja pemerintah yang efektif penting untuk pembangunan ekonomi. Lebih dari 50 persen belanja pemerintah dilakukan pemerintah daerah.
Hal ini, menurut Frederico, merupakan hasil kebijakan desentralisasi sejak awal 2000. Hal ini sekaligus menuntut tanggung jawab pemerintah daerah untuk menyediakan layanan dasar, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
”Desentralisasi telah meningkatkan peluang solusi lokal bagi masalah lokal. Akses layanan umum naik dalam 15 tahun terakhir melalui desentralisasi, tetapi capaiannya sangat bervariasi antarpemerintah daerah,” kata Frederico.
Sementara itu, pada acara Konferensi Asia Pacific Leaders Forum on Open Government (APLF), di Jakarta, kemarin, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, di tingkat global, masalah yang dihadapi semakin kompleks. Upaya tiap-tiap negara, termasuk Indonesia, dalam mengatasi persoalan ekonomi, seperti mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, tidak mudah.
Dalam era desentralisasi, lanjut Bambang, keterbukaan pemerintah dan pemimpin di daerah sangat penting. Melalui keterbukaan pemerintah dan juga masyarakat, pemda dapat memperoleh masukan dalam membuat kebijakan dan program, terutama dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan. (CAS/FER/LAS)