Batik Riau Buah Kerja Keras
Batik produksi Rumah Batik Andalan di Pangkalan Kerinci ini merupakan karya binaan Siti Nurbaya (48).
”Batik kami banyak dibeli tamu dari China, Singapura, Malaysia, Afrika Selatan, dan Brasil. Jumlahnya bervariasi, kalau untuk kebutuhan sendiri memang sedikit, sekitar 2-5 potong. Namun, tidak jarang kami mendapat pesanan suvenir tamu asing sampai 300 potong,” kata Siti dalam perbincangan dengan Kompas di rumah produksi batiknya di Pangkalan Kerinci, Kamis (23/11).
Menurut Siti, batik Andalan dibuat dengan edisi terbatas, karena semuanya hasil buatan tangan. ”Tamu asing suka membeli batik yang mereka lihat sendiri cara membuatnya. Mereka sangat menghargai batik handmade,” ujarnya.
Beberapa motif khas batik Andalan sudah dipatenkan di Kementerian Hukum dan HAM, antara lain, motif bono, eukaliptus, akasia, lakum, dan timun suri. Batik ini dijual dengan harga antara Rp 200.000 hingga Rp 500.000 per lembar. Batik yang menggunakan bahan lebih bagus, seperti sutra harganya bisa mencapai jutaan rupiah.
Bono, salah satu motif khas rumah batik Andalan, menggambarkan ombak sungai yang menjadi obyek andalan pariwisata Pelalawan. Daun lakum adalah tumbuhan langka di tepian Sungai Siak di daerah ini. Adapun, daun timun suri merupakan bahan masakan khas warga setempat.
Sementara daun eukaliptus dan akasia adalah motif khusus yang diambil dari hutan tanaman industri milik perusahaan pabrik bubur kertas dan kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang berlokasi di Pangkalan Kerinci.
Mengapa begitu? ”Motif daun akasia dan eukaliptus merupakan ungkapan terima kasih kami kepada PT RAPP yang ikut membina. Mereka membantu sejak awal,” kata Siti.
Pembinaan itu semula dilakukan PT RAPP sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Pelanggan rumah batik Andalan kini sudah berkembang, tidak lagi sebatas karyawan atau tamu dari lingkungan perusahaan tersebut. Pemerintah Daerah Pelalawan sudah ikut membina. Beberapa dinas dan kantor pemerintah daerah pun kerap memesan batik Andalan untuk sejumlah kegiatan khusus.
”Pesanan batik kami tidak pernah putus sepanjang tahun. Sekarang ini, stok batik kami nyaris habis di lemari pajang. Tamu yang datang sangat banyak sehingga anggota kami harus bekerja keras menyediakan batik untuk stok baru,” ujar Siti.
Produksi batik Andalan rata-rata 300 lembar per bulan. Jika diperhitungkan dengan harga termurah Rp 200.000 per lembar, omzetnya berkisar Rp 60 juta per bulan. Masih kecil. Akan tetapi, itu belum termasuk pesanan dari berbagai jawatan dan instansi.
Pada tahun 2015, PT RAPP memesan batik sebanyak 1.700 lembar yang dikerjakan selama 3 bulan. Saat ini, dua instansi dari Pekanbaru, memesan ratusan lembar bahan batik yang mesti disiapkan dalam waktu dekat.
Mengasah kemampuan
Kemajuan batik Andalan adalah buah kerja keras Siti bersama 10 anggotanya. Awalnya tidak ada yang mampu membatik. Semuanya dimulai dari nol. Itu bermula ketika PT RAPP mengajak 50 perempuan dari empat desa di Pelalawan untuk belajar membatik pada September 2013.
”Dari 50 orang yang pertama ikut pelajaran membatik berkurang menjadi 25. Lalu, berkurang lagi menjadi 20 orang. Sekarang tinggal 10 orang yang bertahan,” ujar Fitri Ramadani, salah seorang pembatik yang ikut sejak awal.
Banyaknya pembatik hengkang di masa-masa awal, kata Siti, lebih disebabkan faktor ekonomi. Pekerjaan membatik itu rumit dan menyita waktu, sedangkan penghasilan awalnya sangat kecil. Namun, secara perlahan permintaan makin banyak, seiring dengan kemampuan membatik yang kian terasah.
”Dulu pendapatan membatik sangat kecil, jadi banyak yang keluar dan bekerja di tempat lain. Sekarang, pembatik kami dapat mengantongi pendapatan lebih dari Rp 4 juta per bulan. Belum lagi kalau ada pesanan besar, pasti lebih besar pemasukan. Pembatik yang bertahan adalah orang-orang pilihan yang mau bersusah payah sejak awal,” ujar Siti.
Usaha yang mereka bangun melewati onak dan duri. Awalnya, kemampuan para pembatik ini masih terbatas. Kualitas karya mereka pun belum bagus. Warna batik buatan mereka juga mudah luntur karena belum menguasai teknik pewarnaan.
Perlahan kualitas batik mereka menjadi lebih baik. Perbaikan ini terjadi seiring dengan berbagai pelatihan, studi banding, dan kemauan mereka untuk belajar langsung dengan pembatik dari Jawa Tengah.
Kini, keterampilan membatik yang dipunyai Siti dan kelompoknya bahkan mulai dibagikan kepada orang lain. Sebanyak 12 perempuan dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, belajar membatik di Rumah Batik Andalan pada awal tahun 2017.