Impor November Lebih Agresif
JAKARTA, KOMPAS — Impor dan ekspor pada November 2017 tumbuh positif, baik dibandingkan bulan sebelumnya maupun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, laju pertumbuhan impor lebih agresif ketimbang ekspor sehingga surplus perdagangan menyusut.
”Surplus yang mengecil ini akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2017. Karena itu, kita berharap surplus di Desember akan meningkat,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di Jakarta, Jumat (15/12).
Surplus yang mengecil ini akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2017. Karena itu, kita berharap surplus di Desember akan meningkat.
Pertumbuhan ekonomi di triwulan I hingga III tahun ini berturut-turut adalah 5,01 persen, 5,01 persen, dan 5,06 persen. Pemerintah menargetkan pertumbuhan sepanjang tahun mencapai 5,2 persen. CORE Indonesia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berkisar 5,05 persen-5,1 persen. Sementara tahun depan, perekonomian diperkirakan tumbuh 5,1-5,2 persen.
Surplus atau defisit neraca perdagangan menjadi salah satu komponen dalam penghitungan produk domestik bruto (PDB) yang pada akhirnya menentukan pertumbuhan ekonomi. Semakin besar surplus perdagangan, semakin besar pula sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi. Demikian pula sebaliknya.
Surplus
Perdagangan pada November mencatatkan surplus senilai 0,13 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Ini adalah surplus bulanan terendah sepanjang 2017, kecuali pada Juli yang mencatatkan defisit sebesar 0,27 miliar dollar AS. Surplus bulanan sepanjang 2017 rata-rata di atas 1 miliar dollar AS.
Ekspor pada November tercatat senilai 15,28 miliar dollar AS, tumbuh 0,26 persen dari bulan sebelumnya, serta tumbuh 13,18 persen ketimbang November 2016. Pada periode yang sama, impor mencapai 15,15 miliar dollar AS, tumbuh 6,42 persen dibandingkan bulan sebelumnya, serta tumbuh 19,62 persen ketimbang November 2016. Artinya, impor tumbuh lebih tinggi ketimbang ekspor.
Impor migas mencapai 2,23 miliar dollar AS. Lebih dari separuhnya disumbang oleh impor hasil minyak, yakni 1,42 miliar dollar AS. Sementara untuk impor minyak mentah dan gas, masing-masing tercatat sebesar 527,5 juta dollar AS dan 283,3 juta dollar AS.
Adapun impor nonmigas mencapai 12,92 miliar dollar AS. Angka ini menunjukkan impor nonmigas tertinggi sejak November 2016. Impor dengan nilai terbesar terjadi pada mesin dan pesawat mekanik, yakni 2,34 miliar dollar AS. Berikutnya adalah mesin dan peralatan listrik senilai 1,79 miliar dollar AS. Sebesar 73,57 persen dari total impor di November merupakan bahan baku atau penolong. Adapun barang modal sebesar 17,44 persen dan konsumsi 8,99 persen.
Sementara itu, ekspor migas tercatat sebesar 1,27 miliar dollar AS, turun 14,22 persen dari bulan sebelumnya. Hal ini disebabkan penurunan ekspor minyak mentah, hasil minyak, dan gas.
Adapun ekspor nonmigas pada November sebesar 14 miliar dollar AS, tumbuh 1,82 persen dari bulan sebelumnya dan tumbuh 13 persen ketimbang November 2016. Ekspor terbesar adalah lemak dan minyak hewan/nabati, yakni 2,05 miliar dollar AS. Berikutnya adalah bahan bakar mineral senilai 1,92 miliar dollar AS.
Peneliti Senior CORE Indonesia Muhamad Ishak berpendapat, daya dorong ekonomi global terhadap perekonomian domestik tahun depan relatif terbatas dibandingkan tahun ini. Hal itu disebabkan pertumbuhan ekonomi negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia diperkirakan akan melambat. Negara-negara yang dimaksud adalah China, Jepang, dan Uni Eropa.
Meski demikian, menurut Ishak, peluang ekspor ke China masih lebih prospektif sebab pertumbuhan permintaan domestik relatif kuat. Pada saat yang sama, AS, India, dan beberapa negara ASEAN yang juga menjadi tujuan utama ekspor, diproyeksikan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun ini. (LAS)