Investor Bisa Terus Bertambah
DENPASAR, KOMPAS — Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah faktor positif dari luar dan dalam negeri mendukung pertumbuhan pasar keuangan Indonesia. Dalam dua tahun ke depan, investor diperkirakan masih akan terus bertambah karena prospek pasar domestik semakin baik.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio berharap pemerintah konsisten dalam mereformasi struktur ekonomi agar tren tersebut dapat bertahan. Jumlah investor, terutama investor asing di pasar saham domestik menggambarkan kondisi fundamen perekonomian Indonesia masih positif.
”Dana investor asing masih aman di dalam negeri. Hanya saja, ada sebagian keuntungan yang mereka realisasikan di luar. Saya optimistis investor masih akan terus berdatangan dan dalam dua tahun nilai kapitalisasi BEI bisa mencapai Rp 10.000 triliun,” kata Tito di Denpasar, Bali, Sabtu (16/12).
Saya optimistis investor masih akan terus berdatangan dan dalam dua tahun nilai kapitalisasi BEI bisa mencapai Rp 10.000 triliun.
Hingga Desember 2017, tercatat nilai kapitalisasi BEI sebesar Rp 6.781,42 triliun. Sementara nilai kepemilikan saham oleh investor asing di sepanjang tahun ini masih terus meningkat menjadi Rp 1.878 triliun dibandingkan akhir 2016 lalu sebesar Rp 1.691 triliun. Secara statistik, investor asing mencatatkan penjualan bersih sepanjang tahun 2017 sebesar Rp 40,37 triliun.
Kapitalisasi pasar, lanjut Tito, menjadi salah satu indikator yang menunjukkan perkembangan bursa saham. Pada umumnya, semakin besar nilai kapitalisasi pasar, semakin besar daya pikat bursa saham bagi investor. Dengan demikian, pihaknya akan terus berupaya untuk meningkatkan nilai kapitalisasi pasar BEI.
Agar target dapat terpenuhi, Tito berharap sembilan anak usaha badan usaha milik negara (BUMN) segera merealisasikan rencana untuk melakukan penawaran saham perdana (IPO). Tito juga mendorong agar 52 perusahaan asing yang sahamnya tercatat di bursa efek luar negeri juga tercatat di BEI (dual listing). ”Kedua hal tersebut dinilai akan mempermudah langkah BEI mencapai nilai kapitalisasi Rp 10.000 triliun dalam dua tahun. Bursa kita sangat menjanjikan. Dalam 10 tahun terakhir, menjadi bursa dengan imbal hasil terbaik,” ujar Tito.
Menjelang penutupan perdagangan akhir tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melanjutkan penguatannya. Pada akhir pekan lalu, IHSG kembali mencetak rekor tertingginya dengan ditutup menguat 1,46 persen menjadi 6.119,41. Sepekan sebelumnya, IHSG tercatat sebesar 6.030,95.
Profil risiko
Direktur Utama BNI Asset Management Reita Farianti optimistis terhadap kinerja pasar saham pada 2018. Selain itu, pasar saham pun dinilai masih akan memberi prospek yang lebih unggul dibandingkan instrumen investasi lainnya. ”Suku bunga Indonesia sudah secara bertahap turun terus, kemungkinan tahun depan penurunan suku bunga agak melandai, jadi kenaikan harga obligasi stagnan,” ujarnya.
Berdasarkan profil risiko investasi, Reita menyarankan agar jenis investor konservatif bisa mengalokasikan dana investasi 70 persen pada instrumen berbasis obligasi dan 15 persen bisa masuk ke saham. ”Sisanya tetap banyak di tunai, tabungan, atau pasar uang,” ujarnya.
Sedangkan investor dengan profil risiko moderat, bisa menaikkan porsi kepemilikan saham menjadi 50 persen, serta menurunkan porsi kepemilikan obligasi atau reksa dana sebesar 35 persen.
Masih terkait pasar saham, Tito menilai ajang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada pertengahan 2018 nanti diperkirakan tidak menimbulkan gejolak yang mengganggu iklim investasi. Hal yang perlu diantisipasi adalah pilkada yang diprediksi menelan dana hingga Rp 45 triliun tersebut berlangsung bersamaan dengan waktu pembayaran pajak.
”Iklim politik tidak akan ganggu investasi. Namun, yang perlu diantisipasi perbankan adalah pelaksanaan pilkada yang berbarengan dengan waktu pembayaran pajak,” ujar Tito. (DIM)