Nontunai Bisa Perluas Akses
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran bantuan sosial secara nontunai bisa menjadi salah satu strategi untuk memperluas akses keuangan bagi masyarakat. Koordinasi dan sinergi berbagai pemangku kepentingan perlu terus dilakukan untuk mendukung strategi tersebut.
"Seluruh pemangku kepentingan diharapkan memiliki kesamaan pandangan dan pemahaman sehingga dapat bergerak secara terpadu untuk mencapai tingkat inklusi keuangan di Indonesia sesuai target," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng di Jakarta, Senin (18/12).
Sugeng mengatakan hal tersebut saat memberi sambutan pada seminar nasional bertajuk "Penyaluran Bantuan Sosial secara Nontunai sebagai Strategi Perluasan Akses Keuangan Masyarakat".
Sugeng mengatakan, Strategi Nasional Keuangan Inklusif menargetkan pada akhir 2019 mendatang, persentase jumlah penduduk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan pada lembaga keuangan formal sebesar 75 persen.
Strategi untuk mendorong inklusi keuangan perlu disusun dengan cermat karena menurut survei terakhir Bank Dunia, tingkat inklusi keuangan di Indonesia pada 2014 hanya 36 persen. Hal ini berarti hanya 36 persen penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki rekening pada lembaga keuangan formal.
Hanya 36 persen penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki rekening pada lembaga keuangan formal.
Penyaluran bantuan sosial secara nontunai dimulai sejak 2016, diawali dengan penyaluran sebagian program keluarga harapan secara nontunai pada 2016 kepada 1,2 juta keluarga penerima manfaat.
Selanjutnya, pada 2017 diperluas targetnya menjadi 6 juta keluarga penerima manfaat dan program bantuan pangan nontunai kepada 1,2 juta keluarga penerima manfaat. "Ke depan, program bantuan nontunai akan diperluas secara bertahap sehingga mencapai 10 juta penerima," kata Sugeng.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika Ahmad M Ramli mengatakan, salah satu tugas kementeriannya dalam mendukung implementasi strategi nasional keuangan inklusi adalah menyediakan infrastruktur telekomunikasi. "Selain faktor lain, penetrasi telepon seluler menjadi salah satu pilar penting untuk menyukseskan keuangan inklusif," kata Ahmad.
Jumlah kartu telepon seluler yang aktif di Indonesia saat ini mencapai 386 juta. Kondisi menggambarkan penetrasi luar biasa telepon seluler bagi masyarakat.
Kredit bank
Akses keuangan masyarakat juga bisa ditingkatkan jika masyarakat memegang agunan yang tersertifikasi sehingga bisa mendapatkan pinjaman di bank. Untuk itu, pemerintah terus mendorong program penerbitan sertifikat tanah bagi mayarakat.
Sekretaris Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan Kementerian Agraria dan Tata Ruang Pelopor mengatakan, sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, akan disertifikatkan untuk pertama kalinya tidak kurang dari 21 juta bidang tanah.
"Sampai akhir 2016, dari 126 juta bidang tanah di Indonesia baru sekitar 46 juta yang bersertifikat setelah kami melakukan kegiatan pendaftaran tanah sejak 1991," kata Pelopor.
Kondisi ini berarti 60 persen bidang tanah berada di pasar informal. "Kita harus mempercepat proses agar paling lambat akhir 2025 seluruh bidang tanah di Indonesia terdaftar. Syukur-syukur, kalau memang layak, semuanya bersertifikat," kata Pelopor. (CAS)