JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha kecil dan menengah terbentur berbagai regulasi sehingga sulit memulai usaha secara formal untuk bisa maju, berkembang, dan "naik kelas". Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat terobosan untuk memangkas regulasi yang dapat menghambat usaha kecil dan menengah berkembang dan meningkatkan skala usaha.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng di sela-sela acara diskusi terkait indeks kapasitas pemerintah daerah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif (local goverment capacity for business index/LGCB) yang diselenggarakan Lembaga Administrasi Negara (LAN) di Jakarta, Senin (18/12).
Menurut Robert, ada pemerintah daerah (pemda) yang berupaya menciptakan iklim investasi lebih baik. Namun, sejumlah regulasi untuk memulai suatu usaha tetap berlaku di daerah dan justru menghambat pelaku usaha, terutama pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Hambatan itu, terutama terkait upaya memulai atau mengembangkan usaha menjadi lebih besar atau naik kelas.
"Perubahan atau perbaikan sistem layanan apa pun tidak banyak mengubah kemudahan berusaha kalau pelaku UKM terbentur regulasi di hulu yang tidak diubah," kata Robert.
Robert mencontohkan, pelaku usaha harus membuat surat izin gangguan yang mengacu pada hukum pada masa Pemerintah Belanda dan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"KPPOD sudah mengusulkan agar izin gangguan dihapus," kata Robert.
Pelaku UKM, lanjut Robert, cukup mengurus atau membuat surat pernyataan pengelolaan limbah (SPPL). Untuk pelaku usaha besar atau korporasi cukup mengurus analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
Robert menilai pembuatan surat izin gangguan, termasuk segala persyaratannya, rentan disalahgunakan sehingga menyulitkan pelaku usaha. Oleh karena itu, jika pemerintah ingin mencapai peringkat ke-50 dalam kemudahan berusaha di 2018, pemerintah perlu membuat terobosan untuk menghapus persyaratan izin gangguan.
Dalam laporan Bank Dunia, Indonesia ada di peringkat ke-72 dari 190 negara dalam kemudahan berusaha.
Deputi Bidang Kajian Kebijakan LAN Muhammad Taufiq mengatakan, kunci perubahan, terutama dalam bidang usaha dan investasi, adalah komitmen pemerintah daerah untuk memperbaiki kinerja birokrasi dan pelayanan.
Melalui forum LGCB, lanjut Taufiq, pemimpin di tingkat pemda diharapkan semakin menyadari dan memiliki komitmen untuk memperbaiki iklim investasi dan berusaha di daerah.
Wali Kota Pontianak Sutarmidji mengatakan, izin mendirikan bangunan (IMB) diberikan dengan mudah dan retribusinya dibebaskan jika memenuhi persyaratan. (FER)