”Kami tetap optimistis karena masih melihat kebutuhan tinggi tenaga kerja di sektor industri,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Haris Munandar dalam paparan perindustrian 2017 dan prospek 2018 di Bogor, Jawa Barat, Rabu (20/12).
Haris menyampaikan hal itu, menjawab pertanyaan perihal serapan tenaga kerja, termasuk dalam menyongsong era industri 4.0. Industri 4.0 adalah industri yang mengombinasikan kecerdasan buatan, data raksasa, komputasi awan, serba internet, robotik, dan cetak tiga dimensi. Sejauh ini, industri di Indonesia yang dinilai siap masuk ke industri 4.0 adalah semen, petrokimia, otomotif, serta industri makanan dan minuman (Kompas, 16/12).
Belakangan ini balai pendidikan dan pelatihan industri menerima banyak pesanan tenaga kerja untuk industri tekstil, alas kaki, dan plastik. Haris mencontohkan, dalam satu tahun terakhir, sebuah pabrik tekstil di Jawa Tengah membutuhkan sekitar 20.000 tenaga kerja. Sementara balai diklat industri yang mendapat permintaan tersebut baru mampu menyediakan sekitar 1.000 orang.
”Kami belum bisa melihat dampak dari industri 4.0 karena ini masih dalam proses. Kalau nanti sudah banyak terimplementasi tentu akan kami cermati dan kami kaji dampaknya terhadap serapan tenaga kerja,” kata Haris.
Sebelumnya, secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani meminta pemerintah, pada 2018 dan tahun-tahun mendatang, fokus meningkatkan lapangan pekerjaan.
Hariyadi mengatakan, catatan Apindo kepada pemerintah ini didasari tren penyusutan penyerapan tenaga kerja di sektor formal. Kondisi tersebut dapat dilihat dalam laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Laporan itu menunjukkan, pada tahun 2010 rasio penyerapan tenaga kerja masih 5.014 orang per Rp 1 triliun investasi. Namun, rasio penyerapan tenaga kerja tinggal 2.232 orang per Rp 1 triliun investasi pada 2016.
Padat modal
Terkait hal itu, Haris menyebutkan, perusahaan besar lebih mengarah ke investasi padat modal. ”Industri petrokimia, misalnya, jumlah karyawan paling cuma 200 orang meskipun nilai investasinya mencapai triliunan rupiah,” katanya.
Di sisi lain, banyak perusahaan menengah besar yang tetap menyerap ribuan tenaga kerja meskipun pada saat yang sama mulai menerapkan praktik industri 4.0.
Kemenperin juga mendorong beberapa industri padat karya dan berorientasi ekspor, antara lain industri makanan dan minuman; industri tekstil dan produk tekstil; industri alas kaki; serta industri aneka.
Terkait kinerja sektor industri, menurut Haris, industri pengolahan nonmigas tumbuh 5,49 persen pada triwulan III-2017. Pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sepanjang 2017 diperkirakan di bawah 5 persen.
Saat berkunjung ke Kompas, kemarin, Forum Industri Pengguna Gas Bumi mengingatkan peran manufaktur dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan menjaga kepercayaan industri dengan merealisasikan janji dalam Paket Kebijakan Ekonomi.
”Salah satu janji itu adalah menurunkan harga gas untuk industri tertentu, yang sampai saat ini belum terealisasi,” kata Achmad Safiun, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi.
Ketua Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia Elisa Sinaga menambahkan, harga gas bisa mencapai sekitar 30 persen dari biaya produksi keramik. Saat ini, harga gas untuk industri di Sumatera Utara sebesar 9,95 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU), di Jawa bagian barat 9,17 dollar AS per MMBTU, dan di Jawa bagian timur 8,06 dollar AS per MMBTU. (CAS/IDR)