Bersikap di Titik Penentuan
Pemerintah berkali-kali menyampaikan keinginan membangun ekonomi berbasis digital. Di samping sektor-sektor lain yang sudah berkontribusi besar, seperti pertanian, manufaktur, dan pariwisata, ekonomi digital bisa menjadi sektor berikut yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Kalangan pelaku menyebutkan kontribusi industri digital dalam investasi sudah masuk ke peringkat ketiga di bawah migas dan pertambangan. Tahun depan diperkirakan investasi industri digital telah masuk ke peringkat kedua.
Kita sebenarnya tengah berburu dengan waktu. Secara global, tahun depan merupakan tahun unjuk gigi sejumlah perusahaan digital memamerkan produk kecerdasan buatan yang menyelesaikan berbagai masalah manusia. Melihat perkembangan ini, sebenarnya Indonesia telah tertinggal, tetapi masih dapat memanfaatkan peluang dengan sejumlah syarat.
Ketika berbicara penerapan kecerdasan buatan, pengiriman barang dengan menggunakan pesawat nirawak atau penggunaan robot, harus diakui Indonesia tertinggal jauh dari China dan Amerika Serikat. Di negara tersebut, penerapan teknologi itu sudah memasuki tahap implementasi. Kecerdasan buatan bakal menyentuh semua kehidupan masyarakat.
Di Tanah Air sejak beberapa waktu juga terjadi pengembangan industri digital. Sektor-sektor yang telah terdigitalkan dan mungkin sudah memasuki masa panen setidaknya adalah media, transportasi, perdagangan, dan pariwisata. Beberapa yang memasuki masa pengembangan adalah perbankan melalui teknologi finansial (tekfin) dan logistik. Semua sektor itu bakal menarik minat investor dan kemungkinan berdampak signifikan di dalam negeri.
Mengincar Indonesia
Salah satu yang mungkin bakal terkena tsunami digital dalam beberapa tahun ke depan adalah industri perbankan. Inovasi digital selama ini ternyata tak lagi memadai. Kini di sektor itu berkembang tekfin yang memiliki model bisnis sangat berbeda dari model konvensional. Perkembangan mereka bersifat eksponensial sehingga tak membutuhkan waktu lama untuk mengalahkan pelaku-pelaku di bisnis ini yang masih memakai model bisnis lama. Perubahan besar mungkin bisa dilihat dalam dua tahun ke depan.
Sebagai contoh, apabila dulu industri perbankan untuk mendapatkan hingga satu juta nasabah butuh waktu lima tahun, kini dengan tekfin jumlah nasabah yang sama bisa didapat hanya dalam waktu satu tahun.
Dari fenomena global dan lokal kedua model bisnis itu memperlihatkan kesenjangan. Tidak hanya senjang, masalah lain adalah Indonesia memang diincar para pemain industri digital global. Mereka ingin menjadikan Indonesia sebagai
pasar. Ancaman menjadikan negara kita sebagai negara konsumen sudah tampak. Pelaku e-dagang dari China dan Amerika Serikat terus mengincar pasar Asia Tenggara, secara khusus Indonesia, dengan berbagai strategi.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah membangun sumber daya manusia. Memang tidak mudah menghadapi pemain besar dunia. Agar dapat ikut menjadi pemain, tidak bisa lain kecuali Indonesia membangun sumber daya manusia berkualitas agar dapat ”menunggangi” invasi berbagai pelaku industri digital global. Anak-anak muda didorong memasuki industri digital tersebut dan belajar mengenai pengembangan bisnis digital. Diharapkan mereka suatu saat mengembangkan secara mandiri industri berbasis digital.
Untuk itu, dibutuhkan lompatan yang memungkinkan makin banyak anak muda memasuki industri digital. Pemerintah telah melakukan sejumlah upaya, seperti menargetkan 1.000 usaha rintisan baru. Swasta juga diajak terlibat, mulai dari pengembangan usaha rintisan hingga mengajak anak muda ikut menjadi pengembang atau bekerja di industri pendukung, seperti pengodean dan pemrograman.
Indonesia membutuhkan perusahaan-perusahaan digital yang tangguh dan masuk ke dalam kelompok Unicorn, yaitu usaha rintisan yang memiliki aset di atas 1 miliar dollar AS. Ada beberapa komponen penunjang selain usaha rintisan itu sendiri, yaitu pemodal ventura yang jeli, kampus yang menghasilkan wirausaha, para perekayasa, hingga peneliti. Ada juga perkembangan baru yang memperlihatkan sejumlah pendekatan berbasis lokal lebih menyelesaikan masalah sehingga dibutuhkan pendekatan ilmu antropologi atau sosiologi.
Sebagai contoh pemasaran digital ternyata setiap negara menemukan cara-caranya sendiri dibandingkan dengan menggunakan strategi yang berlaku umum. Respons masyarakat setempat terhadap fasilitas digital berbeda-beda sehingga butuh orang yang meneliti dan memahami karakter lokal ketika harus memasarkan produk digital.
Tidak mengherankan apabila usaha rintisan lokal bakal mendapat pesaing usaha rintisan yang merupakan kepanjangan dari pemain global. Para pemain industri global juga mulai mendampingi dan membangun calon usaha rintisan di sejumlah kota. Mereka mendanai calon usaha rintisan dan sangat mungkin menjadi investor dan mengambil usaha rintisan yang sangat prospektif.
Strategi industri
Pada sisi lain, beberapa masalah dari perkembangan teknologi digital memang harus dicermati. Di sektor e-dagang, peralihan cara belanja dari konvensional ke daring tergolong masih kecil, yaitu di bawah 2 persen.
Meski begitu, fenomena atau yang biasa disebut gempa kecil tersebut mulai diwaspadai. Angka kunjungan ke pusat perbelanjaan mengalami penurunan di berbagai tingkatan, yaitu bawah, menengah, dan atas antara 1,1 persen dan 2,4 persen. Meski korelasi dengan fenomena e-dagang masih harus diteliti lebih lanjut, angka-angka itu perlu dicermati sehingga antisipasi bisa diambil. Jika berbagai data itu berkorelasi, yang akan terdampak langsung adalah pekerja sektor eceran.
Meski perkembangan ekonomi digital sangat cepat, perbaikan industri tak boleh diabaikan. Tanpa kebijakan industrialisasi yang mengakomodasi perubahan kondisi perekonomian, dikhawatirkan malah akan menciptakan kerentanan baru. Selain itu, tanpa perubahan struktur industri, Indonesia akan masuk ke dalam perangkap transaksi berjalan defisit. Akibatnya, berbagai persoalan akan mengikuti, antara lain nilai tukar, inflasi, dan suku bunga.
Contohnya, di industri otomotif. Apakah Indonesia bisa mengikuti perubahan industri dunia yang mengarah pada teknologi otomotif bertenaga listrik dan meninggalkan motor bakar sehingga dapat terlibat dalam rantai nilai global. Jika tidak bisa mengikuti perkembangan, Indonesia hanya akan mengerjakan industri yang teknologinya sudah ketinggalan dari perkembangan industri dunia. Pada akhirnya, Indonesia tidak akan mendapat manfaat dari industri.
Salah satu hal penting dari industri adalah kemampuannya menyerap tenaga kerja. Serapan tenaga kerja ini secara tak langsung mendorong konsumsi masyarakat yang pada akhirnya akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi RI.
Perkembangan di industri digital semakin harus diteliti, baik manfaat maupun dampak yang bisa terjadi. Kita mungkin membutuhkan kompas untuk memandu ke mana arah pengembangan ekonomi digital.