JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengapresiasi penilaian lembaga pemeringkat Fitch Ratings yang menaikkan peringkat utang jangka Indonesia dari BBB- proyeksi positif menjadi BBB proyeksi stabil.
Menurut Presiden, penilaian ini merupakan bentuk kepercayaan dunia kepada Indonesia. ”Alhamdulillah kerja keras itu menghasilkan sebuah kepercayaan. Yang mahal itu kepercayaan. Target kita itu mendapatkan kepercayaan dari dunia internasional,” kata Presiden, Jumat (22/12), di Raja Ampat, Papua Barat.
Meski demikian, Presiden menegaskan tetap akan melakukan langkah-langkah terobosan untuk mempertahankan kepercayaan tersebut. Beberapa langkah yang dimaksud, antara lain, meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen keuangan serta melakukan reformasi struktural terutama dalam perizinan usaha.
Secara terpisah, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara meyakini awal tahun depan minat investor asing akan semakin tinggi untuk menanamkan modal mereka di Tanah Air. Selain peringkat utang jangka Indonesia meningkat, stabilitas inflasi sepanjang 2017 menunjukkan bahwa fundamen ekonomi berada di sisi positif.
Mirza menilai sejumlah indikator lain, seperti surplus neraca perdagangan serta defisit transaksi berjalan di bawah 2 persen dari produk domestik bruto nasional, menjadi jaminan bagi para investor luar negeri.
Badan Pusat Statistik mencatat sepanjang Januari-November 2017 neraca perdagangan Indonesia surplus sebesar 12,02 miliar dollar AS, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama 2016 sebesar 9,53 miliar dollar AS.
”Indikator-indikator ekonomi itu tentu akan memberikan keyakinan bagi investor untuk menanamkan modal di Indonesia,” ujar Mirza di kantornya, Jumat.
Mirza berharap apresiasi ini dapat diikuti lembaga-lembaga pemeringkat lain yang terus memantau perbaikan ekonomi Indonesia. Indonesia terakhir meraih peringkat BBB untuk utang jangka pada 1995.
”Apresiasi ini menjadi wujud bukti bahwa perekonomian Indonesia punya daya tahan yang baik terhadap gejolak ekonomi global,” ujarnya.
Meski demikian, tahun depan BI tetap akan mencermati sejumlah potensi gejolak ekonomi eksternal yang berisiko membuka aliran dana dari Indonesia menuju luar negeri. ”Tahun depan penting bagi pemerintah untuk tetap mempertahankan kemudahan perizinan ekspor-impor untuk menjaga cadangan devisa negara,” ujar Mirza.