Pelaku Tekfin Garap Daerah
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha rintisan teknologi finansial mengembangkan sayap ke daerah-daerah untuk meningkatkan akses keuangan masyarakat. Mereka memfokuskan perhatian pada usaha mikro, kecil, dan menengah serta masyarakat yang belum terjangkau akses perbankan.
Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech (Aftech) Indonesia Ajisatria Suleiman kepada Kompas, Senin (25/12), di Jakarta mengatakan, saat ini sekitar 90 persen perusahaan teknologi finansial (tekfin) masih berpusat di Jakarta dan sekitarnya. Kendati demikian, pelaku tekfin mulai mengembangkan layanan ke daerah-daerah dengan mendirikan kantor cabang atau tim pengembangan tekfin.
Sementara ini, pengembangan cabang itu fokus di kota-kota besar di Jawa, seperti Yogyakarta dan Surabaya. Akan tetapi, sudah ada perusahaan tekfin yang berbasis di Medan, Makassar, dan Pontianak kendati jumlahnya masih sedikit.
”Kami akan bekerja sama dengan bank serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Salah satu tujuannya adalah meningkatkan akses keuangan bagi masyarakat serta meningkatkan kualitas dan kapasitas UMKM,” katanya.
Kami akan bekerja sama dengan bank serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dari sisi pemasaran, lanjut Ajisatria, Aftech bermitra dengan platform teknologi yang sudah membangun ekosistem besar, seperti perusahaan perdagangan elektronik dan transportasi dalam jaringan. Ekosistem sudah terbentuk karena memiliki basis pengguna dan toko-toko besar.
Chief Executive Officer (CEO) Tcash Danu Wicaksana mengemukakan, Tcash akan meningkatkan kerja sama dengan perbankan untuk menyalurkan kredit bagi pelaku UMKM dan masyarakat kecil yang membutuhkan kredit tanpa agunan. Tcash, uang elektronik berbasis server dari Telkomsel, akan menyeleksi dan menjadi penjamin pemohon kredit.
”Kami sudah bekerja sama dengan BTPN dengan membukakan rekening di bank tersebut. Ke depan, kami akan bekerja sama dengan BNI dan koperasi. Ada dua jenis kredit yang akan disalurkan, yaitu kredit komersial dengan suku bunga komersial dua angka dan kredit ultra mikro dengan suku bunga di bawah 10 persen,” katanya.
Per Desember 2017, ada 103 perusahaan rintisan yang tergabung dalam Aftech. Aftech juga bermitra dengan 22 lembaga keuangan dan 7 asosiasi.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini ada 87 perusahaan tekfin yang memfasilitasi pinjaman dengan mekanisme pinjam-meminjam antarpihak berbasis teknologi informasi (peer to peer lending). Sebanyak 27 perusahaan tekfin itu sudah terdaftar, 32 perusahaan dalam proses pendaftaran, dan 28 perusahaan minat mendaftar.
Dari jumlah yang telah terdaftar itu, sebanyak 26 perusahaan ada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta 1 perusahaan di Surabaya. Sebanyak 19 perusahaan adalah perusahaan lokal dan 8 perusahaan merupakan penanaman modal asing.
Per November 2017, ada 290.335 peminjam yang menggunakan skema pinjam-meminjam antarpihak atau meningkat 753,93 persen dari Desember 2016. Adapun total pinjaman yang disalurkan Rp 2,26 triliun atau meningkat 811,15 persen dari Desember 2016.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengemukakan, OJK berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk membentuk Pusat Tekfin di level nasional. Tujuannya, menjadi wadah koordinasi agar penyelenggaraan kegiatan tekfin tetap tumbuh dan berkembang dengan tidak melupakan aspek keamanan dan perlindungan konsumen.
Tumbuh pesat
Bisnis layanan pinjam-meminjam antarpihak berbasis teknologi informasi diperkirakan masih akan tumbuh pesat pada tahun-tahun mendatang. Kolaborasi dengan perbankan diyakini mampu mendukung pertumbuhan bisnis industri itu.
Koordinator Satgas Peer-To-Peer Lending Asosiasi Fintech Indonesia Reynold Wijaya, Sabtu (24/12), di Jakarta menyebutkan, kolaborasi bisa berupa rujukan pinjaman, kanal, dan kustodian. Menurut dia, regulasi yang baik akan membantu kelancaran kolaborasi.
”Industri layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi masih tergolong baru, tetapi menyimpan potensi menghubungkan UMKM yang belum terakses fasilitas pinjaman dari institusi keuangan konvensional. Keberadaan mereka bukan pesaing, melainkan melengkapi peran bank,” ujar Reynold.
Penyedia layanan pinjam-meminjam antarpihak berbasis teknologi informasi umumnya menyasar UMKM di sektor industri kreatif. Segmen ini berbeda dengan yang disasar institusi keuangan konvensional.
Managing Director Digital Artha Media Corporation Fanny Verona mengemukakan, tren tekfin di Indonesia pada 2018 masih akan diisi aktivitas kolaborasi bank dengan perusahaan teknologi finansial. Kolaborasi tersebut untuk menjangkau lebih banyak masyarakat yang selama ini belum mendapatkan akses perbankan.
Di sisi lain, sejumlah bank mulai gencar mengembangkan solusi tekfin. Melalui kekuatan tekfin, bank-bank itu menciptakan layanan secara lebih personal bagi nasabah.
Menurut Fanny, pada 2017 masyarakat mulai terbiasa bertransaksi melalui platform pembayaran digital di ponsel pintar. Hal ini diperkirakan berlanjut pada 2018. (HEN/MED)