Antisipasi Lonjakan Harga
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan harga bahan bakar minyak jenis premium dan solar bersubsidi tak berubah pada Januari-Maret 2018. Harga premium tetap Rp 6.450 per liter dan solar bersubsidi Rp 5.150 per liter. Namun, diperlukan antisipasi bila terjadi lonjakan harga energi primer.
Keputusan pemerintah ini membuat harga premium dan solar bersubsidi tidak berubah sejak awal Januari 2017. Selain harga bahan bakar minyak (BBM), pemerintah juga mengumumkan bahwa tarif listrik nonsubsidi tidak berubah atau tetap Rp 1.467,28 per kilowatt-jam (kWh). Harga BBM dan tarif listrik akan kembali dievaluasi pada periode April hingga Juni 2018.
”Alasan penetapan pemerintah (harga BBM dan tarif listrik) tidak naik adalah mempertimbangkan daya beli masyarakat,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dalam konferensi pers, Rabu (27/12), di Jakarta. Jonan didampingi Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik, dan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basir.
Secara ter
pisah, pengajar Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, keputusan pemerintah tidak menaikkan harga akan berdampak pada besaran subsidi yang harus dianggarkan.
Menurut dia, anggaran subsidi sebaiknya diatur dalam APBN, bukan lagi ditempuh lewat cara-cara efisiensi perusahaan. Sebab, efisiensi dilakukan untuk menutup subsidi. ”Keputusan pemerintah bisa dipahami dengan pertimbangan yang mencakup faktor politik. Sebaiknya diantisipasi dengan bantalan anggaran subsidi di APBN, sehingga jelas dan tidak jadi beban badan usaha,” ujar Pri Agung.
Keputusan pemerintah bisa dipahami dengan pertimbangan yang mencakup faktor politik.
Terkait keputusan pemerintah tersebut, Massa mengatakan, tren harga minyak dunia sebenarnya menunjukkan kenaikan. Sampai November tahun ini, rata-rata harga minyak dunia sudah mencapai 50 dollar AS per barrel. Adapun, rata-rata harga minyak dunia di 2016 sebesar 38 dollar AS per barrel. Kendati harga jual BBM tak dinaikkan, katanya, hal itu belum sampai memengaruhi aliran kas Pertamina.
”Secara finansial, tahun ini Pertamina masih membukukan laba hampir 2 miliar dollar AS (setara Rp 27 triliun). Yang sekarang harus dijaga adalah bagaimana aliran kas tidak terganggu. Nanti kita lihat perkembangan dalam dua atau tiga bulan ke depan,” ujar Massa.
Direktur Pemasaran Pertamina M Iskandar saat ditanya wartawan mengaku belum menghitung ulang berapa harga jual keekonomian untuk premium dan solar bersubsidi. Namun, ia membenarkan bahwa harga minyak mentah cenderung naik dalam beberapa bulan terakhir. Ia memperkirakan harga jual premium saat ini lebih rendah sekitar Rp 1.000 per liter dan harga solar bersubsidi lebih rendah Rp 2.000 per liter dari harga keekonomian.
Respons kebijakan
Merespons kebijakan pemerintah itu, dikatakan Massa, Pertamina tetap menerapkan prinsip-prinsip efisiensi, baik dalam hal operasi perusahaan maupun bisnis model yang lebih efektif. Untuk mendukung upaya efisiensi tersebut, diperlukan penguatan pengetahuan dan pemanfaatan teknologi.
”Ada yang bilang itu breaktrough project, atau apalah namanya, yang penting kita kombinasikan pengetahuan dan eksekusi dari program efisiensi itu sendiri. Tentu yang paling berharga adalah perubahan budaya kerja kita sehingga kita bisa mencapai standar operasi yang andal,” kata Massa.
Terkait tarif listrik, Sofyan mengatakan, pada prinsipnya pihaknya memahami keputusan pemerintah tersebut. Lagipula, kas PLN masih cukup kuat kendati tarif listrik tidak berubah. Selain itu, negara masih memberi subsidi tarif listrik untuk golongan tertentu.
”Efisiensi yang diterapkan bisa pada banyak hal, misalnya, pada efisiensi pemeliharaan peralatan atau aset, penggantian pembangkit listrik tenaga diesel yang mengonsumsi BBM dengan gas, serta pemilihan mutu batubara yang terbaik,” ujar Sofyan.
Sampai Rabu sore, berdasar laman Bloomberg, harga minyak mentah jenis WTI mencapai 59,55 dollar AS per barrel, minyak mentah jenis Brent dijual 66,21 dollar AS per barrel. Harga minyak dunia sempat jatuh sejak akhir 2014 dari semula di atas 100 dollar AS per barrel, terpuruk hingga di bawah 30 dollar AS per barrel pada awal 2016. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak mengetatkan produksi minyak negara anggota untuk mengendalikan harga minyak dunia agar tak kian terpuruk. (APO)