Hal itu mengemuka dalam konferensi pers akhir tahun 2017 Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (28/12). Kegiatan itu dihadiri Gubernur BI Agus DW Martowardojo dan seluruh deputi Dewan Gubernur BI. Dikatakan Agus, pertumbuhan ekonomi global tahun ini lebih baik dan merata, yaitu sebesar 3,6 persen. Tahun depan, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan masih sama, 3,6 persen.
Pertumbuhan ekonomi global itu menopang pertumbuhan perdagangan global. Tahun ini, perdagangan global tumbuh 4,2 persen sedangkan tahun depan diperkirakan sedikit melambat menjadi 3,6 persen. ”Pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global itu ditopang oleh perbaikan ekonomi negara-negara maju dan berkembang, terutama Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan China, serta perbaikan harga komoditas,” kata Agus.
Di sisi lain, lanjut Agus, pertumbuhan ekonomi domestik juga terus membaik. Akhir tahun ini, pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan sekitar 5,1 persen. Adapun, tahun depan diperhitungkan bertumbuh antara 5,1-5,5 persen.
Meski demikian, sejumlah risiko jangka pendek global dan domestik tetap perlu diwaspadai. Risiko jangka pendek global antara lain adalah gejala proteksionisme dan rencana bank sentral AS yang akan menaikkan suku bunga acuannya, Fed Fund Rate, sebanyak tiga kali pada tahun depan.
”Di dalam negeri, ekonomi domestik masih belum optimal merespons pemulihan ekonomi global. Hal itu ditandai oleh masih terbatasnya peran konsumsi rumah tangga dan pemulihan ekspor yang belum merata. Selain itu, pertumbuhan kredit masih belum pulih,” kata Agus.
Agus menambahkan, Indonesia juga masih menghadapi tantangan struktural di sektor keuangan. Indikatornya adalah masih belum optimalnya pembiayaan domestik. Hal tersebut menyebabkan ketergantungan terhadap luar negeri untuk membiayai pembangunan. ”Hal itu ditandai dengan kepemilikan surat berharga negara (SBN) oleh investor asing yang porsinya semakin besar dan semakin meningkatnya rasio utang terhadap kinerja ekspor (DSR),” ujarnya.
BI mencatat, porsi kepemilikan SBN oleh investor asing pada Oktober 2017 sebesar 40,03 persen. Adapun DSR Tier 1 Indonesia per triwulan III-2017 sebesar 26,39 persen. Lima tahun lalu, DSR tercatat 17,28 persen.
Untuk menjawab risiko dan tantangan, lanjut Agus, ekspor perlu ditingkatkan, sementara inflasi dijaga sesuai target. Selain itu, diperlukan pendalaman pasar keuangan untuk membiayai pembangunan dan peningkatan peran intermediasi perbankan.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, BI akan mengakselerasi pendalaman pasar keuangan bersama Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan dengan menyusun Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan (SN-PPPK). Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto mengatakan, BI mengarahkan kebijakan makroprudensial pada peningkatan resiliensi sistem keuangan.
Pembiayaan
Terkait pembiayaan pembangunan, pemerintah mempermudah proses pinjaman pemerintah daerah untuk pembiayaan proyek infrastruktur melalui perjanjian dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Pengurusan pinjaman daerah ini dapat dipercepat menjadi 40 hari.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pengajuan pinjaman hingga pencairan dana sebelumnya membutuhkan waktu bulanan bahkan tahunan. Menanggapi hal itu, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri menandatangani nota kesepahaman dengan PT SMI untuk mempercepat proses pinjaman.
”Prosedur pinjaman disederhanakan, proses pengajuan pinjaman daerah ini juga nantinya tidak lagi dilakukan berurutan, melainkan secara simultan,” ujar Darmin, Kamis kemarin.
Direktur PT SMI Emma Sri Martini mengatakan, pinjaman untuk pembiayaan infrastruktur ini bermanfaat untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. (HEN/DD15)