JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga telur dan daging ayam di atas harga acuan sejak akhir November 2017 menjadi kesempatan bagi peternak menikmati keuntungan wajar. Namun, ketimbang mengatur harga di hilir, pemerintah dinilai lebih baik memperbaiki pengelolaan di hulu.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia Anton J Supit di Jakarta, Jumat (29/12), mengatakan, setelah berulang rugi karena harga jatuh di bawah ongkos produksi selama Januari-November 2017, bahkan beberapa tahun sebelumnya, peternak berkesempatan menikmati untung pada Desember. ”Kenaikannya masih terbilang wajar,” ujarnya.
Harga rata-rata daging ayam ras di Jakarta, misalnya, naik lebih tinggi dari harga acuan Rp 32.000 per kilogram (kg) sejak 15 November dan mencapai Rp 34.875 per kg pada Kamis. Sementara harga telur ayam lebih tinggi dari harga acuan Rp 22.000 per kg sejak 24 November. Pada Jumat kemarin tercatat dijual seharga Rp 25.802 per kg.
Terkait kenaikan itu, Kementerian Perdagangan mewacanakan penetapan harga atas dan bawah di kandang serta harga eceran tertinggi dan terendah. Sesuai hasil rapat Kamis lalu, Kementerian Perdagangan mengharapkan pelaku usaha untuk tidak menaikkan harga setidaknya sampai akhir Desember 2017.
Menurut Anton, situasi lesu di sektor perberasan bisa terjadi di perunggasan jika pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET). HET berpotensi memangkas insentif dan mematikan usaha peternakan ayam.
”Beda dengan komoditas pertanian lain, produksi telur dan daging ayam surplus. Harga di tingkat peternak berulang kali tertekan. Oleh karena itu, penting mengelola hulu untuk menstabilkan harga di hilir, bukan serta-merta memangkas harga di hilir,” ujarnya.
Wakil Ketua Komite Tetap Industri Pakan dan Veteriner Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sudirman mengatakan, seperti di Malaysia, pemerintah sebaiknya hanya menetapkan harga atas saat momentum hari raya. Harga acuan hanya menjadi indikator untuk mengukur penawaran dan permintaan pasar.
Selain itu, penetapan HET tanpa dukungan suplai yang memadai juga akan sia-sia. Karena itu, pengaturan di sektor budidaya penting untuk memastikan produksi mencukupi. Pemerintah dan pelaku usaha pun perlu memperluas pasar untuk menangani kelebihan produksi.
Kementerian Pertanian menetapkan pengurangan populasi untuk mengatasi anjloknya harga di tingkat peternak. Namun, pengawasan dan pengelolaan mekanisme ini perlu diperbaiki agar harga terjaga. (MKN)