JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus mengupayakan pembiayaan infrastruktur proyek strategis nasional selalu berbasis efisiensi anggaran dan mitigasi risiko pinjaman. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin efisiensi dan transparansi dana proyek, serta terbayarkannya pinjaman investor kepada sindikasi perbankan.
Satu badan usaha milik negara dan satu lembaga negara di bawah Kementerian Keuangan mendapatkan mandat tersebut. PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) membuat skema pembiayaan dan mengantisipasi potensi terjadinya defisit aliran kas selama jangka waktu pinjaman investasi. Adapun Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) menjamin pembayaran pembebasan lahan pembangunan infrastruktur.
Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau SMI Emma Sri Martini, akhir pekan lalu, mengatakan, pada pengujung 2017, PT SMI berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan Jalan Tol Trans- Sumatera ruas Bakauheni-Terbanggi Besar dan kereta api ringan (light rail transit)Jakarta Bogor-Depok-Bekasi (LRT Jabodebek). Dalam proyek jalan tol, PT SMI memberikan pinjaman kepada PT Hutama Karya (Persero) senilai Rp 7,525 triliun untuk mengantisipasi potensi terjadinya defisit aliran kas.
Pinjaman investasi itu dibuat melalui skema pemberian fasilitas cash deficiency support (CDS). Artinya, PT SMI memberikan pinjaman siap pakai untuk menjamin terbayarkannya kewajiban pelaksana proyek kepada sindikasi perbankan apabila aliran kas tersendat.
”Skema jaminan pinjaman ini dapat meningkatkan minat perbankan dalam membiayai proyek infrastruktur. Di sisi lain, akan membantu arus kas proyek pada saat operasional dalam rangka meningkatkan keberlanjutan proyek itu,” kata Emma.
Dalam proyek LRT Jabodebek senilai Rp 29,9 triliun, kata Emma, PT SMI berperan menyiapkan skema pembiayaan proyek dan menjadi anggota sindikasi pembiayaan proyek. Terdapat 12 bank dan lembaga pembiayaan, yang terlibat dalam pembiayaan proyek ini. Total pinjaman sindikasinya sebesar Rp 19,25 triliun.
”Hal itu menunjukkan, jika sebuah proyek dapat distrukturkan dengan baik, bankability proyek akan meningkat dan swasta akan tertarik dan berminat untuk terlibat aktif dalam pembangunan proyek-proyek pemerintah,” ujar Emma.
Sementara itu, LMAN berfungsi sebagai lembaga yang mengoptimalisasi aset negara dan menggali potensi aset negara terhadap penerimaan negara bukan pajak. Tidak sebatas itu saja, LMAN juga mendapatkan mandat baru untuk menjadi penyedia lahan (special landbank) dalam pengadaan tanah bagi pembangunan proyek strategis nasional.
Direktur LMAN Rahayu Puspasari mengatakan, LMAN mengalokasikan dana APBN Perubahan 2017 senilai Rp 32,05 triliun untuk pembebasan lahan pada 78 proyek strategis nasional. Hal itu termasuk di dalamnya adalah pembebasan 17.219 bidang tanah untuk proyek jalan tol di seluruh Indonesia.
Sejak awal tahun 2017 hingga 22 Desember lalu, LMAN telah membayarkan pembebasan lahan senilai total Rp 11,7 triliun. Pada 2018, LMAN mendapatkan alokasi dana Rp 35,4 triliun untuk membebaskan lahan pada 65 proyek infrastruktur.
”Rinciannya adalah untuk membebaskan lahan proyek 23 ruas jalan tol senilai Rp 18,12 triliun, dua proyek infrastruktur kereta api Rp 4 triliun, dan 40 bendungan Rp 13,27 triliun,” kata Rahayu.
Ia menambahkan, dalam pembayaran pembebasan lahan tersebut, LMAN memiliki tim penilai kelengkapan dokumen dan persyaratan pembayaran. Apabila sudah lengkap dan dinyatakan valid, LMAN akan mencairkan dana pembayaran itu.
Tahun ini, pemerintah akan menerapkan pembayaran langsung untuk lebih mengefisienkan dana. Melalui skema tersebut, LMAN membayar ganti rugi tanah kepada masyarakat sehingga tidak ada bunga yang harus dibayar LMAN kepada badan usaha. (HEN)