JAKARTA, KOMPAS — Harga bawang merah yang anjlok beberapa bulan terakhir menghancurkan harapan petani. Mereka menuntut komitmen pemerintah untuk melindungi petani dengan merealisasikan harga acuan pembelian di tingkat produsen.
Harga jual bawang merah di tingkat petani di Brebes dan Tegal, Jawa Tengah, Selasa (2/1), hanya berkisar Rp 5.000-Rp 7.000 per kilogram (kg). Padahal, harga acuan pembelian di tingkat petani sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2017 berkisar Rp 15.000 per kg hingga Rp 22.500 per kg sesuai kondisinya.
Terkait dengan kondisi itu, petani bawang merah di Brebes berunjuk rasa di depan kantor Bupati Brebes, Jumat (29/12) pekan lalu, menuntut pemerintah merealisasikan Permendag No 27/2017. Tuntutan serupa pernah disuarakan petani bawang merah di Cirebon, Jawa Barat, Rabu (11/10), karena harga anjlok hingga Rp 6.000-Rp 7.000 per kg.
Menurut Ketua Gabungan Kelompok Tani Budi Luhur di Bojong, Kabupaten Tegal, Abdul Jafar, ongkos produksi yang dikeluarkan petani setidaknya Rp 12.500 per kg. Petani mengeluarkan modal Rp 125 juta untuk menanam bawang merah di lahan seluas 1 hektar.
Dengan rata-rata produksi 10 ton per hektar, biaya produksi bawang merah mencapai Rp 12.500 per kg. Oleh karena itu, pada saat harga di tingkat petani hanya Rp 5.000 per kg, petani rugi Rp 75 juta per hektar.
Di tingkat konsumen, sebagaimana data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Jakarta, harga cenderung turun dari Rp 39.000 per kg pada Juni 2017 menjadi Rp 26.000 per kg pada Oktober 2017. Harga sempat naik hingga Rp 30.000 per kg pada pertengahan November 2017, tetapi turun lagi pada akhir Desember 2017.
Panen raya
Kepala Subdirektorat Bawang Merah Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Mardiyah Hayati menyatakan, penurunan harga saat ini terjadi karena panen raya, baik di daerah sentra maupun di luar sentra. Pasokan ke pasar berlimpah sehingga menekan harga bawang merah.
Produksi bawang merah dari 21 kabupaten/kota sentra di Indonesia selama Januari 2018 diperkirakan 117.550 ton, naik dibandingkan dengan produksi Desember 2017 yang diperkirakan 82.870 ton. Produksi dari luas panen yang dilaporkan meningkat dari 8.287 hektar pada Desember 2017 menjadi 11.755 hektar pada Januari 2018.
”Pertumbuhan sentra baru hampir merata di seluruh Indonesia, selain muncul wilayah penyangga baru seperti di Solok, Enrekang, Tapin, dan Bima. Akibatnya, ketergantungan terhadap bawang merah pantura (seperti Brebes dan Cirebon) semakin berkurang,” kata Mardiyah.
Dampak terbesar dialami petani Brebes yang menghasilkan 35.540 ton atau sekitar 30 persen dari produksi bawang merah secara nasional pada bulan ini.
Mardiyah menambahkan, Kementerian Pertanian telah meminta Perum Bulog menyerap hasil panen petani untuk mengerem penurunan harga. Selain itu, pihaknya berupaya mengatur pola tanam, produksi sesuai kebutuhan pasar, serta mengoptimalkan pemanfaatan sarana produksi untuk mengefisienkan ongkos produksi.
Akan tetapi, kalangan petani pesimistis upaya pemerintah meredam kejatuhan harga melalui Perum Bulog bakal efektif. Sebab, selain kapasitas yang terbatas, upaya serupa tidak signifikan mendongkrak harga di tingkat petani pada musim lalu.
Harga bawang merah yang anjlok selama beberapa musim menurunkan motivasi petani untuk menanam lagi. Persoalan harga bawang putih yang anjlok selama beberapa musim, misalnya, membuat petani di Tuwel, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, enggan menanam lagi. Situasi itu menjebak Indonesia ke dalam ketergantungan impor.
Selama beberapa tahun terakhir, impor bawang putih mencapai 95-96 persen dari total kebutuhan 400.000-500.000 ton per tahun. Kini, ketika pemerintah menggalakkan penanaman, stok bibit terbatas. Pemerintah pun mengimpor benih untuk memenuhi kebutuhan bibit bawang putih. (MKN)