JAKARTA, KOMPAS — Sektor properti tahun ini diproyeksikan tumbuh lebih baik dibanding 2017. Segmen menengah ke bawah dinilai berpotensi besar. Selain pasarnya besar, kebijakan deregulasi juga mendukung pengembangan di segmen tersebut. Ke depan, cara pandang generasi milenial terhadap hunian juga perlu dipahami pengembang.
”Pada akhir 2017, sebenarnya beberapa pengembang menunjukkan gejala perbaikan kondisi. Ini kalau dilihat dari indikasi penjualan produk yang mulai banyak diminati konsumen,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (3/1).
Menurut Soelaeman, saat ini para pengembang telah menyiapkan produk properti untuk diluncurkan pada 2018. Persiapan itu mencakup lahan, rencana pembangunan, dan strategi penjualan. Meski demikian, pengembang tetap melihat situasi dan kondisi eksternal seperti perkembangan ekonomi ataupun situasi politik dan keamanan.
Menurut Soelaeman, pihaknya tetap fokus pada segmen menengah ke bawah termasuk hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hal itu merupakan wujud partisipasi dalam penyediaan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sekitar 70 persen anggota REI bergerak di segmen tersebut.
Secara terpisah, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah berpandangan, salah satu pendorong pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah kebijakan deregulasi pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 64/2016.
”Kalau tahun 2017 masih tahap sosialisasi dari peraturan, tahun ini kami harapkan sudah mulai diterapkan. Meski begitu, belum semua pemerintah daerah melaksanakannya,” kata Junaidi.
Faktor pendukung lainnya, yakni kebijakan pembiayaan pemerintah yang kini tidak hanya menjangkau pekerja sektor formal, tetapi juga sektor informal melalui Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan. (NAD)