JAKARTA, KOMPAS — Pembaruan berkala Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia diperlukan, tetapi penambahan jumlah standar harus dilakukan pula supaya suplai tenaga kerja terampil sesuai dengan kebutuhan industri.
Sesuai data Kementerian Ketenagakerjaan, saat ini terdapat 655 paket Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk sembilan sektor, antara lain manufaktur, konstruksi, dan perbankan. Sekitar sepertiga di antaranya dinilai sudah saatnya diperbarui.
Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemnaker Bambang Satrio Lelono, Jumat (5/1), di Jakarta, mengatakan, kaji ulang serta pembaruan biasanya dilakukan lima tahun sekali. Namun, kondisi ketenagakerjaan sekarang menuntut pembaruan lebih cepat. Faktor penyebabnya, yaitu tren teknologi digital yang memungkinkan lahirnya bidang- bidang keterampilan serta profesi baru.
Di sektor perbankan, contohnya, pembaruan menyasar ke bidang manajemen risiko. Contoh lain, pembaruan bidang mengelas di sektor manufaktur.
”Kaji ulang, pembaruan, dan penambahan SKKNI dikerjakan oleh kementerian teknis serta industri. Kami selalu mendorong mereka agar selalu aktif,” ujarnya.
Bambang menyebutkan, target penambahan SKKNI tahun 2018 sebanyak 150 paket. Target ini bisa tercapai apabila kementerian teknis terlibat aktif dan industri mengembangkan sendiri yang kemudian diakselerasi ke tingkat nasional.
Sebelumnya, Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bertemu dengan Menaker Muhammad Hanif Dhakiri. Dalam pertemuan ini, Aprindo melaporkan SKKNI industri ritel yang sudah mereka buat setahun lalu.
Pada 2016, Kemnaker menargetkan tambahan SKKNI sebanyak 50 dan realisasinya mencapai 96 paket. Tahun berikutnya jumlah yang ditargetkan hanya sebanyak 45, sementara realisasinya 48 paket.
Pendidikan vokasi
Implementasi SKKNI ke pelatihan atau pendidikan vokasi dianggap belum optimal. Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Sumarna F Abdurahman memberikan gambaran situasi yang terjadi di sekolah menengah kejuruan (SMK). SMK mempunyai sekitar 142 bidang keahlian. Hingga sekarang, sekitar 73 bidang di antaranya sudah mengacu ke SKKNI.
Gambaran lain terjadi di Balai Latihan Kerja (BLK). Mayoritas BLK menggunakan SKKNI sebagai acuan penyusunan modul pelatihan. Hanya, mereka kerap kali terkendala sarana dan instruktur berpengalaman.
Dalam Laporan Ketenagakerjaan Indonesia 2017: Memanfaatkan Teknologi untuk Pertumbuhan dan Penciptaan Lapangan Kerja, Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyebutkan, tingkat pengangguran di kalangan anak muda usia 15-24 tahun di Indonesia masih tinggi, yakni 19,4 persen. Adapun proporsi mereka yang tidak bekerja dan tidak mengikuti pendidikan atau pelatihan juga tergolong tinggi, yakni 23,2 persen. (MED)