”Reserve replacement ratio (tingkat pengembalian cadangan) kita 60 persen. Artinya, saya akui, bahwa penemuan tidak bertambah banyak, malah makin kurang. Kita menyedot 1 barrel, kita temukan penggantinya hanya 0,6 barrel,” kata Ego.
Berdasar data Kementerian ESDM 2016, cadangan terbukti minyak Indonesia sebanyak 3,3 miliar barrel dan cadangan gas bumi sebanyak 101,2 triliun kaki kubik. Menurut Ego, hal itu tidak berarti cadangan migas di Indonesia akan segera habis.
Dari 128 cekungan hidrokarbon di Indonesia, baru 45 persen yang sudah dieksplorasi dan dilakukan proses produksi. Selebihnya, belum disentuh. Sebagian besar cekungan yang belum diteliti itu berada di perairan laut dalam bagian timur Indonesia.
”Ini yang menjadi tugas kita. Bagaimana ke depan sisa cekungan yang belum diteliti itu bisa digali lebih jauh. Perubahan kebijakan skema bagi hasil dari cost recovery menjadi gross split diharapkan menggairahkan investasi hulu migas dalam negeri,” ujar Ego.
Cara lain untuk menaikkan produksi migas, lanjut Ego, adalah dengan metode produksi minyak tingkat lanjut (EOR). Namun, cara tersebut membutuhkan ongkos yang terbilang tinggi. Metode EOR tidak ekonomis saat harga minyak kurang dari 50 dollar AS per barrel.
”Di beberapa lapangan besar sudah diterapkan EOR. Tapi, lapangan besar di Indonesia kan bisa dihitung dengan jari, misal Duri (Riau) atau Cepu (Jawa Tengah),” kata Ego.
Secara terpisah, Ketua I Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Pri Agung Rakhmanto mengatakan, cadangan migas menurun lantaran usia sumur yang menua. Rata-rata, usia sumur migas di Indonesia mencapai puluhan tahun. Bahkan, penggantian cadangan migas yang ada pun berasal dari blok- blok yang sudah berproduksi, bukan dari blok yang benar-benar baru hasil eksplorasi.
”Cara untuk menaikkan cadangan migas hanya satu, tak ada yang lain, yaitu menggalakkan eksplorasi dan melaksanakan metode EOR secara masif,” ujar Pri Agung.
Dalam paparan kinerja sektor hulu minyak dan gas bumi sepanjang 2017 oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), realisasi investasi eksplorasi dan produksi sebanyak 9,33 miliar dollar AS (hampir Rp 126 triliun). Adapun target yang ditetapkan adalah 12,9 miliar dollar AS (hampir Rp 166 triliun).
Dari total investasi tersebut, realisasi investasi untuk eksplorasi sebesar Rp 2,4 triliun atau hanya 20 persen dari target yang ditetapkan Rp 11,7 triliun.
Kendati target produksi siap jual (lifting) migas tak tercapai pada tahun 2017, realisasi penerimaan negara dari sektor tersebut meningkat. Dari patokan APBN Perubahan 2017 yang sebanyak 12,2 miliar dollar AS (Rp 164,7 triliun), realisasi penerimaan negara dari kegiatan hulu migas sepanjang 2017 adalah 13,1 miliar dollar AS (Rp 176,8 triliun). Kenaikan harga minyak mentah pada 2017 menjadi penyebab utama meningkatnya penerimaan dari sektor hulu migas tersebut.
Blok Masela
Menyinggung pengembangan lapangan gas Blok Masela, Maluku, Ego mengatakan, sejauh ini masih dalam tahap pengkajian dengan Kementerian Perindustrian. Kajian itu dikhususkan untuk pengembangan gas pipa dari Blok Masela.
Sesuai kesepakatan, gas pipa yang akan dimanfaatkan dari Blok Masela sebanyak 150 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Adapun, kapasitas gas alam cair yang diproduksi dari Blok Masela sebesar 9,5 juta metrik ton per tahun.
”Kami sedang menunggu daftar industri penyerapnya dari Kementerian Perindustrian, apakah industri pupuk, semen, atau di luar pembangkit listrik,” ujar Ego.
Sementara itu, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, sejauh ini belum ada pembeli atau penyerap gas pipa dari Blok Masela. Menurut dia, beberapa waktu lalu sudah ada calon pembeli yang menawar harga gas pipa Blok Masela 3 dollar AS per MMBTU (juta British thermal unit). Harga sebesar itu belum cocok untuk industri hulu migas Blok Masela.
”Kalau mereka tawar 3 dollar AS, hulu migas akan cari pembeli sendiri. Sebab, di Teluk Bintuni (gas Tangguh), calon pembeli mengindikasikan seharga 5 dollar AS,” kata Amien.
Sebagai pembanding, harga gas dari lapangan gas Jambaran-Tiung Biru di Bojonegoro, Jawa Timur, dijual 7,6 dollar AS per MMBTU. (APO)