Oleh karena itu, pemerintah perlu memperkuat struktur devisa, terutama melalui penguatan ekspor dan pariwisata.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, kepada Kompas, Selasa (9/1), mengatakan, tren cadangan devisa Indonesia selama 2017 memang naik. Namun, cadangan devisa itu rentan turun karena digunakan untuk menstabilkan rupiah guna menahan aliran modal asing yang keluar.
Sebab, cadangan devisa RI masih mengandalkan penerbitan obligasi dan ekspor komoditas mentah. ”Tahun ini tekanan eksternal akan semakin berat sehingga dikhawatirkan cadangan devisa yang Rp 130 miliar dollar AS rentan turun,” ujarnya.
Kinerja ekspor, lanjut Bhima, tahun ini diprediksi hanya tumbuh 5-6 persen, lebih rendah daripada tahun lalu yang sebesar 17 persen. Sementara dari sisi pariwisata, tren peningkatan devisa diperkirakan semakin tinggi. ”Jadi struktur cadangan devisa harus diperkuat dengan mendorong ekspor barang jadi dan pariwisata,” ujarnya.
Bhima menambahkan, cadangan devisa Indonesia sekitar 14 persen produk domestik bruto (PDB). Angka ini kalah dari Filipina (28 persen PDB), Thailand (58 persen PDB), dan Malaysia (34,2 persen PDB).
Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede memperkirakan, cadangan devisa tahun ini masih berkisar 128 miliar dollar AS-135 miliar dollar AS. Faktor utamanya adalah neraca pembayaran tahun ini yang diperkirakan surplus, ditopang kenaikan investasi portofolio dan investasi langsung.
Tahun ini, pemerintah juga berencana menerbitkan obligasi dan sukuk global. Hal itu sejalan dengan permintaan investor global yang masih cukup tinggi, seiring dengan perbaikan iklim investasi Indonesia.
”Saya melihat prospek investasi tahun ini cenderung masih baik mengingat fundamental ekonomi yang terus membaik,” kata Josua.
Sementara Kementerian Perdagangan (Kemendag) berupaya meningkatkan ekspor nonmigas tahun ini dengan membuka pasar ekspor ke negara-negara nontradisional. Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Arlinda menyatakan, ekspor nonmigas pada tahun ini ditargetkan tumbuh 5-7 persen.
Pembiayaan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong lembaga keuangan atau perbankan untuk menyediakan produk pembiayaan yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Selain itu, juga meningkatkan kualitas lingkungan.
”Perusahaan lembaga keuangan yang diatur oleh OJK diwajibkan untuk membuat rencana kerja serta laporan berkelanjutan yang akan disampaikan kepada publik,” ujar Direktur Bidang Keuangan Berkelanjutan OJK Edi Setijawan di Jakarta, kemarin. (HEN/DIM)