Tenaga Manusia Sulit Digantikan Teknologi
JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran teknologi di dalam dunia industri tidak berpotensi menggantikan tenaga kerja atau tenaga manusia. Oleh karena itu, pelaku industri harus memiliki pola pikir yang bisa beradaptasi dengan teknologi.
Dalam era disrupsi atau perubahan yang mengakar akibat teknologi, kompetensi sumber daya manusia (SDM) tetap dibutuhkan.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, pemantik disrupsi sesungguhnya adalah pola pikir SDM.
”Teknologi hanya sebatas enabler. Yang penting pola pikir SDM,” ucapnya dalam seminar di Jakarta, Kamis (11/1).
Teknologi mendisrupsi karena ada celah yang membuat proses industri berjalan tidak efektif dan efisien. Karena itu, Rudiantara mengatakan, industri-industri yang bersifat monopoli dan mengandalkan regulasi pemerintahan akan rentan terhadap disrupsi.
Namun, industri-industri akan ”selamat” jika memiliki SDM yang pola pikirnya berorientasi pada metode-metode baru yang efektif dan efisien.
”Industri-industri itu juga akan memiliki ketahanan dalam kompetisi saat ini,” ujar Rudiantara.
Rudiantara mencontohkan, sektor pembayaran. Dia memprediksi, pada 2030 layanan Gopay dari Go-Jek akan menjadi raksasa di sektor ini. Hal ini karena sistem pembayarannya lebih praktis dan biaya tambahannya lebih murah daripada layanan perbankan.
Disrupsi teknologi juga diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja dengan berwirausaha. Contohnya e-commerce yang melibatkan jutaan wirausaha.
Disrupsi teknologi juga diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja dengan berwirausaha. ”Contohnya e-commerce yang melibatkan jutaan wirausaha,” kata Rudiantara.
Selain itu, untuk menghadapi disrupsi teknologi, SDM dalam perusahaan atau industri dapat dialihkan jenis pekerjaanya.
”Contohnya saat saya mengganti mesin produksi di industri yang saya pimpin, Inaco,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia Adhi S Lukman.
Sebelum mesin itu diganti, ada tiga orang yang mengoperasikannya. Sekarang, tidak ada yang mengoperasikan karena mesin itu bersifat otomatis.
Ketiga orang itu dialihkan ke bagian logistik. Adhi mengatakan, kebutuhan tenaga kerja di bidang logistik meningkat karena produktivitasnya meningkat.
Bagi Adhi, disrupsi teknologi merupakan keuntungan bagi industri di sektor makanan dan minuman.
”Hanya dengan mengganti mesin yang lebih efektif dan efisien, produktivitasnya meningkat. Dengan jumlah tenaga kerja yang tetap, profit perusahaan juga meningkat,” katanya.
Pertumbuhan ritel
Menghadapi era disrupsi teknologi, pertumbuhan industri ritel diprediksi melambat di kisaran 7 - 7,5 persen pada 2017. Sektor yang paling berkontribusi adalah makanan dan minuman.
”Pada tahun sebelumnya, pertumbuhannya sekitar 9 persen,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey.
Kecenderungan yang terjadi pada industri ritel pada 2017 adalah relokasi toko fisik. Tujuannya untuk menjaring konsumen di daerah-daerah yang masih mengandalkan toko fisik.
Dari kisaran 600 pengusaha yang bergabung dalam Aprindo dengan total sekitar 30.000 toko, sudah 90 persen yang berjualan secara dalam jaringan/daring (online).
Selain berjualan secara dalam jaringan, sejumlah pengusaha ritel juga menambahkan sektor usahanya ke arah teknologi finansial.
”Sisanya berada di daerah-daerah yang pola konsumennya masih memilih berbelanja di toko fisik,” ucap Roy.
Selain berjualan secara daring, sejumlah pengusaha ritel juga menambahkan sektor usahanya ke arah teknologi finansial. Roy mengatakan, secara umum, kartu pelanggan atau kartu diskon yang diberikan pengusaha juga akan berfungsi sebagai uang elektronik.
Peralihan sektor ini dinilai Roy sebagai wujud pengusaha untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen.
”Saat ini, preferensi belanja konsumen tidak lagi dipengaruhi oleh gaya hidup, tapi berdasarkan pengalaman dari orang lain,” katanya.
Saat ini, preferensi belanja konsumen tidak lagi dipengaruhi oleh gaya hidup, tapi berdasarkan pengalaman dari orang lain.
Untuk target 2018, Roy mengharapkan pertumbuhan industri 9 persen, bahkan 10 persen.
Dia menuturkan, pada tahun politik ini, orang-orang pasti akan membutuhkan makanan-minuman untuk rapat yang intensitasnya semakin sering. Selain itu, atribut kampanye seperti kaus atau spanduk juga akan meningkatkan pertumbuhan ritel. (DD09)