Dalam dua tahun terakhir, industri teknologi finansial di Indonesia makin berkembang. Selain jumlah perusahaan rintisan bertambah, masyarakat juga mulai terbiasa menggunakan inovasi layanan.
JAKARTA, KOMPAS Pelaku usaha rintisan teknologi finansial mengembangkan aneka produk dan layanan inovatif yang mempermudah masyarakat mengakses keuangan. Dukungan regulasi pemerintah mempermudah inovasi yang mereka lakukan.
Laporan Asosiasi Fintech (Aftech) per Desember 2017 menyebutkan, sebanyak 235 perusahaan teknologi finansial (tekfin) beroperasi di Indonesia. ”Kolaborasi antarpelaku industri finansial, seperti perbankan, juga semakin baik,” ujar Direktur Kebijakan Publik Aftech Indonesia Ajisatria Suleiman, Rabu (17/1), di Jakarta.
Pengguna layanan tekfin terbesar berasal dari kelompok usia 25-35 tahun dengan pendapatan Rp 5 juta–Rp 15 juta per bulan. Mereka umumnya memiliki tingkat literasi yang baik dan paham teknologi digital. Aftech mencatat, 77 persen dari perusahaan tekfin yang terdata di asosiasi telah berkolaborasi langsung dengan bank.
Perusahaan tekfin pinjam-meminjam berbasis teknologi informasi bertambah sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan POJK No 77/2016 tentang Layanan Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Per 15 Januari 2018, perusahaan yang mendapatkan izin dari OJK sebanyak 30 perusahaan. Perusahaan yang tengah memproses pendaftaran tercatat 37 dan berminat mendaftar berjumlah 29.
Pinjaman per Desember 2016 mencapai Rp 284,15 miliar yang kemudian meningkat menjadi Rp 2,56 triliun per Desember 2017. Jumlah peminjam dana dari luar Jawa naik dari 1.275 orang per Desember 2016 menjadi 22.316 orang per Desember 2017. Porsi peminjam dari Jawa sudah sebesar 237.319 pada akhir 2017.
Chief Operational Officer Nabung Properti (Napro.id) Sandra Vandhi menceritakan, Napro.id merupakan laman kumpul dana publik (crowdfunding) properti yang diluncurkan sejak April 2017.
CEO Crowdo Group (laman pemasaran pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi untuk pebisnis) Leo Shimada mengatakan, perusahaannya telah hadir di Indonesia sejak akhir 2015 dan terdaftar di OJK sejak Juni 2016.
Sementara itu, Chief Marketing Officer Lazada Indonesia Achmad Alkatiri menyebutkan, pihaknya bekerja sama dengan tiga bank nasional, yaitu BCA, Bank Mandiri, dan BNI, untuk mempermudah 65.000 mitra Lazada Indonesia yang ingin mengajukan kredit.
Perlindungan konsumen
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengemukakan, produk inovasi keuangan digital sedang berkembang di tingkat global. OJK selalu mendorong agar perlindungan konsumen selalu diutamakan. Setiap inovasi tekfin harus dikelola secara transparan kepada publik dan mengikuti regulasi yang ada.
Upaya mempercepat sistem perdagangan daring bergantung pada sistem pembayaran dan logistik. Namun, biaya logistik masih relatif tinggi dari produk domestik bruto sehingga pemerintah terus meningkatkan pembangunan infrastruktur transportasi darat.
Hal itu disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam acara peluncuran The Insider Stories, situs layanan informasi investor di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (17/1). ”Fokus percepatan e-dagang bergantung pada dua faktor, yaitu sistem pembayaran dan logistik,” kata Rudiantara. (MED/FER)