Karena itu, Presiden meminta industri keuangan tak hanya asyik mengumpulkan dana pihak ketiga. Namun, juga menyalurkan kredit secara merata, termasuk kepada pengusaha kecil.
Pesan ini disampaikan Presiden Joko Widodo dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2018 yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Kamis (18/1).
Pemerintah, kata Presiden, memperhatikan usaha mikro dan kecil. Sebab, hal itu merupakan salah satu upaya mengatasi ketimpangan di Indonesia.
Pemerintah juga menyiapkan berbagai instrumen agar pengusaha mikro dan pengusaha kecil bisa mengakses kredit perbankan. Instrumen itu di antaranya percepatan pengurusan sertifikat yang bisa menjadi agunan. ”Jangan sampai industri perbankan asyik mengumpulkan dana pihak ketiga, tetapi susah memberi kredit. Atau di atas kertas bagus, tetapi hanya memberi kredit kepada debitur yang itu-itu saja, tidak menyebar,” kata Presiden.
Presiden menyatakan dukungannya pada langkah-langkah OJK, agar industri keuangan bisa menopang pertumbuhan ekonomi berkualitas dan memperkuat ekonomi masyarakat lapisan bawah.
Dalam kesempatan itu, Presiden berharap pengusaha tetap optimistis. ”Prudent perlu, tetapi dengan kondisi-kondisi seperti ini seharusnya kita optimistis. Jangan sampai optimisme hilang karena isu-isu yang bertebaran di media sosial,” tambah Presiden.
Kondusif
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan, kondisi makroekonomi dan sektor jasa keuangan yang kondusif seperti saat ini merupakan momentum tepat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. OJK meyakini, sektor jasa keuangan mampu mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,4 persen.
Hal ini didukung sektor jasa keuangan yang solid, baik dari sisi permodalan dan likuiditas, maupun tingkat risiko yang terkendali. ”Penyaluran kredit perbankan pada 2017 memang masih rendah dan di bawah Rencana Bisnis Bank 2017 yang sebesar 11,86 persen. Kami berharap bank segera merampungkan konsolidasi. Tahun ini, kami menargetkan kredit tumbuh 12,2 persen,” kata Wimboh.
Wimboh menambahkan, ada tantangan lain yang perlu diantisipasi, di antaranya perkembangan digital di sektor jasa keuangan yang sangat cepat, normalisasi kebijakan moneter negara maju, dan risiko geopolitik dunia yang masih tinggi.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja berpendapat, tantangan perbankan pada tahun ini adalah penyaluran kredit dan potensi pengetatan likuiditas. Bank tidak akan mengalami persoalan jika penyaluran kreditnya berkisar 10 persen. Namun, jika diminta lebih dari itu, bank harus berhati-hati.
Likuiditas perbankan juga berpotensi mengetat jika rencana pembangunan infrastruktur direalisasikan secara besar-besaran. (INA/HEN)