Pada awalnya orang meragukan usaha rintisan teknologi finansial. Beberapa meragukan keamanannya dan tidak sedikit yang ragu dengan masa depannya. Akan tetapi, tekfin bertumbuh sangat cepat dan mencengangkan. Apalagi dari sisi konsumen, mereka makin melirik untuk bertransaksi pada usaha rintisan tekfin.
Di dalam negeri, seperti diberitakan sebelumnya, tekfin yang beroperasi telah mencapai 235 perusahaan pada awal tahun ini. Pada 2015-2016 jumlahnya hanya sekitar 80 perusahaan. Angka-angka pinjaman juga meningkat dari sekitar Rp 284 miliar pada Desember 2016 menjadi Rp 2,56 triliun pada Desember tahun lalu.
Di luar angka-angka itu, ada kecenderungan konsumen perbankan melirik produk tekfin, khususnya untuk layanan ritel. Salah satu survei yang pernah dilakukan di 22 negara oleh Bain & Company pada akhir tahun lalu—dengan melibatkan 133.171 konsumen bank—menyebutkan, konsumen makin meminati produk tekfin dan berpotensi meninggalkan industri bank konvensional. Salah satu alasannya, mereka tidak terlalu ribet berurusan dengan produk tekfin.
Anak-anak muda di sejumlah negara mengatakan, mereka menikmati kemudahan dari berbagai produk tekfin seiring dengan kemajuan teknologi dibandingkan dengan layanan bank konvensional. Sebagai contoh, perbankan mensyaratkan pegawai bank dan nasabah bertemu untuk membuka rekening. Cara-cara seperti ini dianggap terlalu memakan waktu mereka.
Transaksi juga membutuhkan kata-kata kunci yang membuat ribet. Sebaliknya, konsumen muda lebih memilih penggunaan suara dan muka mereka sebagai ”kunci” untuk melakukan transaksi. Dengan teknologi berbasis kecerdasan buatan, mereka yakin jika produk tekfin tidak akan membuat mereka ribet. Selama ini konsumen merasa terganggu dengan berbagai syarat yang ditetapkan perbankan.
Padahal, sekian lama perbankan diakui sebagai lembaga tepercaya dalam pengelolaan keuangan. Kini, berdasarkan survei itu, pandangan tersebut mulai berubah. Produk-produk tekfin mendapat tingkat kepercayaan lebih tinggi. PayPal dan Amazon Cash mendapat peringkat lebih tinggi dibandingkan dengan perbankan umum.
Menghadapi masalah itu, perbankan melakukan berbagai upaya dengan mengandalkan layanan digital sehingga konsumen mudah melakukan transaksi melalui laman atau gawai, tetapi menurut survei yang sukses hanya sedikit. Konsumen tetap ingin agar urusan dengan bank tidak membebani mereka. Bank terus mencoba, di Amerika Serikat setidaknya sekitar seperempat anggaran teknologi industri perbankan diarahkan untuk transformasi digital. Anggaran ini diperkirakan akan terus meningkat agar perbankan bisa memenuhi harapan konsumen.
Meski demikian, di antara tekfin, ancaman terbesar saat ini bukan dari usaha rintisan tekfin, melainkan perusahaan digital yang sudah mapan yang kemudian membangun tekfin. Sebagai contoh, Amazon yang mengembangkan Amazon Cash, Alibaba mengembangkan Ant Financial, dan di dalam negeri Go-Jek mengembangkan Go-Pay.
Mereka telah memiliki nama besar, memiliki konsumen yang banyak, dan organisasi yang memadai sehingga hanya seperti memperpanjang dan memperbesar jangkauan tekfin yang dimiliki. Mereka dengan mudah mengajak dan mengikat konsumen atau mereka yang selama ini menggunakan layanan e-dagang atau yang lainnya, untuk menggunakan layanan tekfin mereka. Di beberapa negara, tekfin yang berbasis pada perusahaan digital yang sudah mapan telah memberikan kredit kepada pelapak dan juga mengoperasikan jasa asuransi.
Pada masa depan permintaan produk tekfin akan makin membesar seiring dengan kian bertambahnya konsumen muda yang memiliki tuntutan-tuntutan kemudahan dan ingin mencoba layanan tekfin. Mereka yang berhasil memetakan keinginan anak-anak muda serta menyediakan layanan yang berbasis teknologi digital akan memenangi persaingan dan pasar.