JAKARTA, KOMPAS — Masih rendahnya kepercayaan publik kepada layanan e-dagang menjadi satu dari lima topik isu ekonomi digital di tingkat global. Isu ini menguat karena kualitas pelayanan transaksi hingga pengantaran barang pesanan belum sepenuhnya bagus.
Internet Society Fellow Youth di Forum Tata Kelola Internet (IGF) Indonesia, Bhredipta Socarana, Jumat (19/1), di Jakarta, mengemukakan kelima topik isu ekonomi digital itu dibahas dalam pertemuan ke-12 IGF global yang berlangsung di Geneva, Swiss, 18-21 Desember 2017. Adapun empat isu lain adalah perlunya kolaborasi sektor publik dan privat, minimnya diskusi disrupsi internet, ekonomi digital dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, serta kompetisi UMKM atau usaha rintisan dengan perusahaan mapan.
Masih rendahnya kepercayaan publik terhadap e-dagang muncul di beberapa negara berkembang. Dia mencontohkan, produk yang dibeli tidak sampai. ”Ketika berbicara mengenai ekonomi digital secara menyeluruh, Indonesia dinilai belum membahasnya sampai lintas sektor. Ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah,” ujar Bhredipta.
Anggota Multistakeholder Advisory Group di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk IGF periode 2014-2017, Shita Laksmi, menjelaskan, tren digital sudah semakin canggih. Misalnya, kecerdasan buatan, teknologi analisis data berukuran besar, 5G, dan blockchain. Ketiga inovasi tersebut bisa menambah nilai ekonomi digital. Di sisi lain, ada potensi pengurangan peran manusia di industri.
”Kapasitas teknik manusia tetap harus ditingkatkan sehingga keuntungan ekonomi digital bisa terkelola maksimal. Manusia tetap harus menjadi inti atau pusat pengembangan,” tuturnya.
Layanan finansial
CEO Kioson (penyedia layanan daring dan luring) Jasin Halim mengemukakan, per Desember 2017, jumlah mitra sudah 30.000 di Jawa dan Sumatera. Kehadiran mitra Kioson ini berusaha memudahkan masyarakat mengakses layanan finansial dan bertransaksi e-dagang.
General Manager PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (pengelola gerai Alfamart) Nur Rachman menyebutkan, ada lebih dari 1.000 produk layanan pembayaran transaksi elektronik. Sebagai contoh tagihan, angsuran, layanan e-dagang, dan pengiriman barang/uang.
Rata-rata semua gerai Alfamart menerima permintaan pembayaran semua produk tersebut. Setiap hari, layanan pembayaran menyumbang 10 persen terhadap total volume lalu lintas permintaan transaksi di gerai Alfamart.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mencatat pengaduan belanja daring mendominasi pengaduan konsumen pada 2017. ”Ini merupakan ironi ketika pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi digital, tetapi proteksi bagi konsumen sebagai salah satu subyek tidak mendapat perhatian,” kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi, Jumat, di Jakarta. (MED/CAS)