JAKARTA, KOMPAS — Konsistensi kebijakan pemerintah di sektor ekonomi dinilai masih lemah. Hal itu akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Kebijakan yang konsisten akan memacu investasi dan konsumsi sehingga diyakini mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Demikian salah satu poin yang mengemuka dalam ”Dialog Demokrasi: Catatan 2017 dan Harapan 2018” yang diselenggarakan The Habibie Center, Selasa (23/1), di Jakarta. Dialog bertujuan untuk mengidentifikasi dan memberikan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah dalam bidang politik, ekonomi, konflik sosial, dan luar negeri.
Anggota Dewan Pakar The Habibie Center di bidang ekonomi, Umar Juoro, mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 seharusnya bisa melampaui proyeksi 5,3-5,4 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih dari 6 persen jika kebijakan pemerintah konsisten.
Umar menilai, selama ini, pemerintah cenderung belum konsisten dalam menerapkan kebijakan. Ia mencontohkan pada kasus perbedaan pendapat antar-kementerian, termasuk soal penggunaan cantrang dan kebijakan penenggelaman kapal yang belum sejalan di tingkat menteri.
”Contoh lain berkaitan dengan investasi. Di daerah, ada kecenderungan pemerintahnya membuat regulasi lagi yang bertentangan dengan pemerintah pusat sehingga menghambat investasi,” kata Umar.
Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center yang juga Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Sofian Effendi menyoroti perkara korupsi yang bisa mengurangi gairah investor menanamkan modalnya di Indonesia. Investor akan yakin berinvestasi jika indeks persepsi korupsi Indonesia membaik. Menurut data Transparency International, indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2016 ada di peringkat ke-90 dari 176 negara.
”Indeks korupsi kita sekarang masih rendah, bahkan turun. Ada indikasi ini menyebabkan kepercayaan investor asing terhadap upaya pemberantasan korupsi menjadi turun,” kata Sofian.
Menurut Umar, selain mendorong konsumsi, pertumbuhan ekonomi terus tumbuh dengan mempermudah investasi. Fasilitasi investasi bisa berupa insentif kebijakan dan insentif pada industri manufaktur.
”Investasi itu harus difasilitasi. Walaupun persentasenya lebih kecil, pertumbuhannya bisa lebih tinggi daripada konsumsi. Itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Umar. (DD10)