Rumus yang Berubah
Kredit perbankan tumbuh 8,35 persen dalam setahun, menjadi Rp 4.782 triliun per akhir 2017. Pertumbuhan kredit ini di bawah rencana bisnis bank tahun lalu, yakni 11,86 persen.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kondisi ini masih wajar. Sebab, ada sejumlah debitor yang tahun lalu dalam proses restrukturisasi di bank. Meski demikian, OJK berharap kinerja perbankan dapat ditingkatkan tahun ini.
Harapan OJK itu antara lain didasari potensi perbankan Indonesia dalam menyalurkan kredit yang masih cukup besar. Sebab, rasio permodalan (CAR) industri perbankan RI per akhir 2017 sebesar 23,36 persen. Angka ini jauh di atas rata-rata CAR perbankan di ASEAN-5, yang sekitar 5 persen.
Penyaluran kredit perbankan menjadi satu hal penting di tengah upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,4 persen. Industri memerlukan tambahan dana untuk modal dan investasi. Adapun masyarakat sebagai konsumen memerlukan tambahan dana untuk konsumsi, sedangkan masyarakat yang juga berlaku sebagai pelaku usaha memerlukan tambahan dana untuk modal usaha. Perbankan bisa menyediakan pembiayaan bagi kebutuhan industri dan masyarakat. Pada akhirnya, kegiatan ekonomi ini akan menopang pertumbuhan ekonomi RI.
Tahun ini, industri perbankan RI menargetkan pertumbuhan kredit 12,2 persen. Namun, angka pertumbuhan kredit ini tak bisa lagi menjadi ukuran untuk menentukan pertumbuhan ekonomi. Jika selama ini ada semacam ”rumus” yang mengaitkan pertumbuhan kredit perbankan dengan pertumbuhan ekonomi, sepertinya rumus itu harus menambahkan variabel lain. Sebab, kredit perbankan tak lagi menjadi pilihan utama bagi pihak yang mencari tambahan modal. Ada alternatif bagi pihak yang membutuhkan dana untuk mengembangkan usahanya. Alternatif itu dengan mencari dana di pasar modal.
Upaya itu antara lain ditempuh perusahaan BUMN, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dengan mencatatkan obligasi rupiah Komodo Bonds Rp 4 triliun di Bursa Saham London, akhir tahun lalu. Langkah Jasa Marga, menurut rencana, akan disusul PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, pada akhir Januari ini.
Berdasarkan data OJK, sepanjang 2017, dana yang dihimpun di pasar modal sebesar Rp 264 triliun. Sementara Bank Indonesia mencatat, pembiayaan ekonomi melalui pasar keuangan tumbuh 29,7 persen dalam setahun, per November 2017. Pembiayaan ini melalui penerbitan saham, obligasi, dan surat utang jangka menengah.
Upaya mencari dana di pasar modal menjadi alternatif yang menarik. Investor dengan senang hati menempatkan
dana pada obligasi atau surat utang, antara lain karena imbal hasilnya yang lebih tinggi daripada suku bunga simpanan di bank.
Bagi Pemerintah RI dan regulator, pergerakan dana investor ke pasar keuangan justru diharapkan. Pemerintah dan regulator mendorong suku bunga perbankan terus turun sehingga dana tak melulu disimpan di perbankan. Umumnya, di perbankan, dana disimpan di deposito, yang juga dikenal sebagai dana mahal. Suku bunga deposito lebih tinggi daripada suku bunga tabungan dan giro, yang juga dikenal sebagai dana murah. Jika semakin banyak dana masyarakat ditempatkan pada deposito, biaya dana yang ditanggung bank semakin besar. Akibatnya, bank mesti mengompensasi hal itu memperhitungkannya pada suku bunga pinjaman. Akibatnya, suku bunga pinjaman pun hanya akan turun perlahan.
Selain itu, Indonesia sedang gencar membangun infrastruktur. Proyek infrastruktur umumnya berlangsung selama beberapa tahun. Jika dibiayai perbankan, akan terjadi ketidaksesuaian dari sisi jangka waktu. Sebab, simpanan di perbankan umumnya berjangka waktu pendek. Sebaliknya, sumber dana yang diperoleh dari pasar keuangan umumnya berjangka waktu panjang. Dengan demikian, sinkron dengan jangka waktu pelaksanaan proyek infrastruktur.
Harapannya, produk di pasar keuangan yang semakin banyak itu akan diiringi dengan ketertarikan investor dalam negeri untuk berinvestasi di pasar keuangan RI. Namun, tetap saja, ada harapan lain dari pemerintah terhadap pemilik dana di Indonesia, yakni menanamkan investasi mereka di sektor riil. Dengan suntikan investasi, sektor riil akan bergerak semakin cepat. (Dewi Indriastuti)