Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dalam acara Malam Indonesia yang digelar di sela-sela Forum Ekonomi Dunia 2018 di Davos, Swiss, Rabu (24/1) atau Kamis dini hari waktu Indonesia, menyatakan, konsumsi Indonesia meningkat 167 persen dalam rentang 2005-2016. ”Dengan populasi penduduk 261 juta jiwa pada 2016, sekitar 141 juta penduduk adalah kelas menengah. Indonesia merupakan negara yang potensial untuk investasi,” ujar Luhut.
Dalam acara itu hadir, antara lain, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Luhut, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong. Hadir pula Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Bintang Perbowo serta sejumlah petinggi perusahaan nasional, antara lain Astra, Lippo Group, Gajah Tunggal, dan Indofood.
Menurut Luhut, kinerja ekonomi Indonesia menjadi daya tawar kepada calon investor. Hal itu diperkuat oleh status layak investasi dari pemeringkat Standard and Poor’s dari BB+ menjadi BBB-, peringkat BBB dengan outlook stabil dari Fitch Ratings, dan perbaikan peringkat kemudahan berinvestasi yang naik 34 peringkat ke posisi ke-72 oleh Bank Dunia.
Selain sektor infrastruktur, Pemerintah Indonesia juga menawarkan investasi di sektor lain, antara lain perbankan dan telekomunikasi. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam kesempatan itu menawarkan pengembangan
teknologi dan komunikasi di Indonesia.
Terkait pembiayaan, setelah PT Jasa Marga (Persero) Tbk, kini giliran PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sukses menjual obligasi global dalam denominasi rupiah. Keberhasilan ini mencerminkan bahwa investor global percaya terhadap prospek likuiditas dan infrastruktur di Indonesia.
Bintang menuturkan, menurut rencana, Komodo Bonds WIKA akan dicatatkan di Bursa Efek London dan Bursa Efek Singapura pada 31 Januari 2018. Direktur Keuangan Wijaya Karya yang ditunjuk sebagai Kepala Proyek Komodo Bonds WIKA, ANS Kosasih, menuturkan, para investor melihat bahwa keberhasilan transaksi tersebut akan membuka jalan bagi BUMN lain menerbitkan obligasi sebagai sumber pembiayaan alternatif.