Ketika Ritel Bersiasat Menggarap Pasar
Tahun 2017, dunia ritel Tanah Air diwarnai dengan gerai ritel yang berguguran. Kini, sejumlah peritel berbenah dengan segala jurus untuk eksis dan mengembangkan bisnis di era digital. Transformasi pun tengah terjadi dengan memadukan kanal penjualan luring (”offline”) dan daring (”online”) atau O2O.
Tumbangnya sejumlah ritel antara lain terlihat dari tutupnya toko Debenhams di pengujung tahun lalu dan toko serba ada Lotus pada Oktober 2017, yang dioperasikan PT Mitra Adi Perkasa Tbk. Pada September 2017, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk menutup delapan gerai Ramayana. Pada bulan yang sama, PT Matahari Department Store Tbk menutup dua gerai Matahari Department Store di Pasaraya Blok M dan Pasaraya Manggarai.
Gelombang penutupan toko juga menyergap ritel di luar negeri. Mengawali tahun 2018, seperti dilansir CNBC, peritel fashion dan aksesori Nine West di Amerika Serikat mengajukan proses kebangkrutan sebagai bagian dari restrukturisasi utang. Penutupan toko juga dilakukan peritel sepatu Payless Shoesource di AS.
Penutupan toko ritel dimaknai sebagai ”seleksi alam”. Fenomena baru pasar yang berisi generasi milenial—dan menyusul kemudian generasi Z—menciptakan tren berbelanja yang bergeser ke belanja secara dalam jaringan (daring). Minat berbelanja di toko serba ada pun beralih ke toko produk spesifik (specialty store).
Namun, pasar yang dinamis serta persaingan ketat pasar ritel selalu mendatangkan peluang berinovasi. Ketika toko-toko ritel berbondong merambah ke bisnis online atau daring, giliran sejumlah peritel daring merambah ke pemasaran luring atau di luar jaringan dengan membuka gerai fisik.
Peritel pakaian jadi merek Cottonink asal Jakarta, yang merupakan pionir bagi bisnis pakaian jadi daring, tengah melebarkan sayap bisnis dengan memadukan penjualan dalam dan luar jaringan (online to offline dan offline to online/O2O).
Brand and Marketing Director Cottonink Ria Sarwono mengatakan, selama lebih dari delapan tahun, Cottonink menggarap pasar daring. Memasuki usia sepuluh tahun Cottonink tahun ini, penjualan secara daring itu terus berjalan. Namun, Cottonink telah membuka butik fisik di Plaza Senayan, Mal Pondok Indah, Jalan Kemang Timur, dan Kota Kasablanka.
Dua konsep penjualan daring dan luring itu saling menguntungkan bak simbiosis mutualisme. Butik fisik Cottonink diyakini memberikan pengalaman nyata berbelanja kepada konsumen serta mendukung citra merek. Di samping itu, juga mendukung bisnis, terutama dari sisi keterjangkauannya ke pelanggan baru.
Dia mengakui, secara makro, penjualan ritel pakaian di gerai fisik mengalami penurunan. Akan tetapi, pelanggan perempuan, utamanya, tetap menyukai momen datang ke toko, melihat, memegang, dan mencoba baju secara langsung. Pada saat bersamaan, tren berbelanja pakaian secara daring akan semakin menjamur. Model e-dagang makin kompetitif.
”Ketika pelanggan baru datang ke butik fisik, mereka menjadi mengenal laman Cottonink. Ini tentunya berdampak positif ke penjualan online,” ujar Ria.
Produsen gawai dan perangkat teknologi asal China, Xiaomi, juga sekarang bermain di penjualan daring dan gerai fisik. Sebelumnya, tepatnya tahun-tahun pertama Xiaomi diperkenalkan ke pasar, penjualan hanya mengandalkan platform daring.
Head of Xiaomi Regional Asia Pacific Steven Hi mengatakan, pihaknya menerapkan konsep ritel baru. Artinya, Xiaomi tetap menerapkan pengambilan untung dari penjualan daring, sekaligus gerai fisik. Tujuannya adalah menciptakan pengalaman belanja tanpa batas.
Erajaya Group juga memperkuat metode penjualan O2O sebagai bagian strategi menghadapi zaman. Bagi pembeli yang ingin membeli lewat toko daring dan ingin barang cepat sampai, Erajaya mempersilakan mereka mengambil di gerai fisik. Sebaliknya, pembeli yang tidak mendapatkan gawai yang diinginkan di gerai fisik bisa langsung memesan melalui platform daring.
Marketing Communications Director Erajaya Group Djatmiko Wardoyo mengatakan, gerai fisik produk gawai masih tetap banyak peminat. Konsumen gawai Indonesia, terutama kelas menengah bawah dan belum banyak mendapat literasi ataupun akses layanan keuangan, menyukai momen berbelanja langsung di toko.
”Harga gawai, terutama ponsel pintar, semakin terjangkau. Kualitas teknologinya pun bagus. Permintaan gawai dengan spesifikasi seperti itu terus bertambah dari segmen konsumen menengah bawah,” tuturnya.
Hingga akhir tahun 2017, Erajaya Group mempunyai 767 toko ritel fisik gawai. Dengan strategi menyasar pangsa pasar lebih besar dari segmen konsumen menengah bawah, tahun ini Erajaya Group berencana membuka 250-300 toko ritel fisik gawai, dengan mengutamakan lokasi di kota-kota lapis kedua atau ketiga.
Siklus industri
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicolas Mandey menyebutkan, seleksi alam tengah terjadi, pasar (market) bergeser ke peritel yang lebih siap dengan perubahan. Perubahan tren belanja mendorong peritel melakukan konsolidasi dan berinovasi menghadirkan 020 atau multisaluran (omni-channel).
Saat ini, 75-80 persen dari total 600 peritel yang tergabung dalam Aprindo menerapkan konsep pengiriman barang (delivery) ke konsumen. Ada pula peritel hipermarket yang mengembangkan konsep perpaduan (mixed use), yakni tak hanya menjual pakaian dan kebutuhan pokok, tetapi juga kuliner hingga sarana rekreasi dengan menghadirkan wahana semacam ”dunia fantasi” di dalam gedung toko.
”Masih ada potensi peningkatan inovasi pada tahun ini, baik inovasi toko dari konsep single brand ke mixed use maupun omni-channel. Para peritel tengah bertransformasi untuk terus eksis,” kata Roy.
Gugurnya sebagian ritel tahun lalu dinilai sebagai siklus industri ritel. Dinamika ini tak lepas dari perubahan pola belanja konsumen di era globalisasi, yakni serba praktis dan efisien. Masyarakat semakin berkiblat pada teknologi yang memudahkan. ”Tutupnya gerai ritel tidak selalu karena (ritel) kolaps, tetapi ada relokasi dan format bisnis berubah,” ujar Roy.
Corporate Secretary dan Head of Investor Relations PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAP) Fetty Kwartati mengemukakan, performa penjualan suatu merek produk berbeda di setiap negara. Payless Shoesource, misalnya, di Indonesia masih memiliki performa bagus. Hal ini disebabkan format toko Payless Shoesource sesuai dengan kultur ataupun kebutuhan konsumen Indonesia. Kondisi serupa terjadi pada merek Nine West.
Menurut Fetty, tiga tahun terakhir, MAP memang melakukan transformasi. Tujuannya adalah meningkatkan performa bisnis secara menyeluruh. Bentuk transformasi menyasar, antara lain, kapasitas teknologi informasi, inventaris, dan efisiensi ongkos operasional. Penutupan toko merek produk yang performanya kurang adalah salah satu wujud transformasi.
MAP saat ini memiliki sekitar 2.000 toko di 70 kota di Indonesia. Keberadaan mapemall.com (MAP online) yang dirintis sejak 2016 melengkapi bisnis toko fisik MAP tersebut. Kontribusi MAP online ke total pendapatan MAP diakui masih kecil. Ini sejalan dengan kondisi ritel daring yang secara makro kontribusinya terhadap total ritel baru sekitar 1 persen.
Meski demikian, Fetty menegaskan, MAP tidak akan main-main dengan MAP online. MAP online dikemas sebagai toko daring yang menjual produk merek-merek eksklusif. Dengan demikian, konsumen di mana pun, terutama luar DKI Jakarta, tetap bisa mengakses barang merek yang diinginkan. Penjualan online juga dikelola untuk mendukung strategi multisaluran (O2O). ”Sejak MAP online beroperasi, kebanyakan pembeli berasal dari luar DKI Jakarta,” ucapnya.
Di samping itu, MAP juga bekerja sama dengan penyedia platform daring lain, antara lain Lazada Indonesia. Di laman Lazada Indonesia, warga bisa menemukan toko resmi Planet Sports yang dikelola MAP.
”O2O tentu akan jadi bagian penting strategi 2018. Kami berharap tidak ada lagi penutupan toko ritel karena proses transformasi sudah selesai. Kami menyongsong 2018 lebih optimistis,” ujar Fetty.
Ada tiga jenis ritel yang jadi fokus bisnis MAP tahun ini. Pertama, ritel fashion dengan perputaran bisnis dan performa stabil, misalnya ZARA, Pull and Bear, dan Massimo Dutti. Kedua, ritel makanan dan minuman dengan lalu lintas kunjungan tinggi, misalnya Starbucks. Terakhir, ritel berformat multistore, misalnya Payless Shoesource.
Roy pun meyakini, ritel pada tahun ini bisa tumbuh 9 persen atau lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu, yakni 7,2 persen. Selain ditopang sejumlah inovasi serta ekspansi bisnis dan produk, pertumbuhan ritel juga ditopang kondisi ekonomi yang membaik serta ”berkah” tahun politik yang akan menaikkan konsumsi.
Lebih selektif
Menurut CEO Senayan City Veri Y Setiady, penduduk Indonesia kini didominasi usia produktif dan usia muda. Penduduk usia muda memiliki pemahaman tentang merek dan produk sangat baik. Hal ini menguntungkan bagi pertumbuhan ritel.
”Kita bersyukur Indonesia penduduknya besar. Sewaktu kami bicara dengan perusahaan ritel dan merek ternama internasional, mereka melirik Indonesia karena populasi besar. Ini menjadi sinyal positif bahwa pasar ritel terus ada,” tutur Veri.
Meskipun demikian, ritel akan lebih selektif memilih mal mana untuk bertahan. Kalau dulu ritel bisa buka gerai di mana-mana di sejumlah mal, tahun ini ritel mulai konsolidasi. Jika kinerja di mal tidak bagus, gerai akan ditutup.
Keberadaan industri digital akan menjadi pelengkap pasar ritel. ”Toko yang memiliki kanal e-dagang akan meningkatkan jualannya, sedangkan beberapa toko daring semakin merambah ke luring,” kata Veri.
Pengelola mal tahun ini dituntut tidak hanya bekerja dengan kreatif dan inovatif, tetapi juga bekerja keras untuk mendorong kinerja ritel tetap produktif dengan mendatangkan lebih banyak pengunjung sehingga ritel otomatis akan masuk.