Keset yang Memuliakan
Irma Suryati (42) bersama sang suami, Agus Priyanto (40), gigih menekuni usaha kerajinan tangan pembuatan keset dari kain-kain limbah pabrik garmen. Tidak sekadar berbisnis, pasangan ini juga menggelorakan semangat berbagi dan mengabdi pada sesama. Irma melatih serta memberdayakan ribuan difabel agar mereka bisa mandiri. Irma pun menjadi bukti bahwa kondisi yang berbeda bukan penghambat untuk berkarya.
Irma menderita lumpuh layuh sejak usia 4 tahun, sedangkan suaminya mengenakan kaki palsu. Mereka bersama merintis usaha pembuatan keset di Semarang sekitar tahun 2000. Irma memulai dengan mempelajari sendiri proses produksi itu, lalu berkeliling menjual produk mereka. Kini, Irma setidaknya bermitra dengan 25.000 ibu rumah tangga dan 3.000 difabel yang telah ia bina
”Saya berharap teman-teman difabel dapat berkarya, mandiri, tidak menggantungkan hidup pada orang lain, dan tidak jadi beban bagi masyarakat,” kata Irma, Rabu (31/1), saat ditemui di rumahnya yang sekaligus menjadi pusat pemberdayaan masyarakat difabel Mutiara Handycraft di Jalan Raya Karangbolong, Kecamatan Buayan, Kebumen, Jawa Tengah.
Per bulan, Irma bersama para mitranya rata-rata dapat mengolah enam ton kain-kain katun sisa pabrik garmen untuk dijadikan 50.000 lembar keset aneka karakter. Mulai dari karakter kartun, aneka bentuk buah, hingga aneka fauna seperti panda, gajah, kura-kura, ikan, bebek, dan ayam.
”Pemasarannya, antara lain, dilakukan dengan menjual di seluruh Indonesia melalui 500 reseller. Ada juga yang dijual di Pasar Tanah Abang, Jakarta. Juga di pasar Australia, tepatnya di Melbourne,” kata Irma yang pernah meraih predikat juara I tingkat nasional sebagai Wirausaha Muda Teladan pada 2007 dari Kementerian Pemuda dan Olahraga ini.
Bahan baku berupa kain sisa garmen didapatkan Irma melalui sang paman yang bekerja di Semarang sebagai pengepul kain sisa pabrik garmen. Lebih dari lima pabrik garmen memasok limbah untuk pembuatan kerajinan Irma dan mitranya. ”Kain yang dipakai adalah kain katun kualitas ekspor. Kalau tidak, ditolak oleh buyer di Australia,” ujar ibu enam anak ini.
Kain sisa garmen dengan ukuran sekitar 10 sentimeter hingga 15 sentimeter itu dibeli Irma seharga Rp 3.000 per kilogram (kg). Dengan 1 kg kain, ia dapat membuat 5 lembar keset ukuran kecil, yakni 50 cm x 30 cm. Irma menjual kain itu kepada para mitranya dengan harga Rp 5.000 per kilogram.
Selanjutnya, setiap mitra menjahit keset tersebut dan menjual 5 buah keset kepada Irma dengan harga Rp 16.000 per buah. Jadi keuntungan setiap mitra dari satu keset yang dijahitnya mencapai Rp 15.000. Irma kemudian menjual lagi kepada reseller dan pembeli di sejumlah tempat dengan harga Rp 25.000 per lembar. Omzet usaha ini per bulan berkisar Rp 1 miliar hingga Rp 1,4 miliar.
”Keuntungan per bulan sekitar Rp 50 juta sampai Rp 70 juta,” ujar Irma.
Paket kemitraan
Pada mitra ibu rumah tangga nondifabel, Irma menerapkan perjanjian kemitraan dengan biaya paket kemitraan Rp 6,5 juta. Paket ini sudah termasuk pelatihan dan fasilitas 1 set mesin jahit, 1 kuintal kain sisa garmen, 1 unit dinamo, perlengkapan jahit, pola keset, dan sampel keset.
Adapun bagi mitra difabel, Irma tidak menarik biaya apa pun. Pelatihan, fasilitas mesin jahit, dan perlengkapannya diberikan gratis. ”Sudah ada ribuan mesin jahit yang dibagikan gratis,” ujar Irma yang pernah meraih Kartini Award kategori bisnis usaha dari majalah wanita Kartini ini.
Mutiara Handycraft tidak hanya memproduksi keset, tetapi juga membuat aneka boneka; suvenir, seperti gantungan kunci, sandal, dan sabun herbal terbuat dari daun serai. Irma pun menyediakan ruangan khusus di bagian belakang rumahnya sebagai tempat pelatihan. ”Mereka yang ingin berlatih bisa juga menginap di sini. Pelatihan paling tidak dua hari atau sampai seminggu. Ada 30 tempat tidur yang dapat dipakai,” kata Irma.
Menurut Irma, salah satu tantangan melatih penyandang difabel adalah dimensi mental. Seseorang yang tadinya berfisik normal, lalu mengalami kecelakaan dan menjadi difabel perlu waktu untuk membangkitkan semangat. Irma juga menyampaikan, dari total binaanya, setidaknya ada 40 persen yang gagal, atau tidak melanjutkan usaha menjahit keset. ”Mereka gagal karena tidak telaten. Padahal, menjahit perlu ketekunan,” ujar Irma yang juga meraih predikat Best Social Entrepreneur dari Bank Danamon pada 2017.
Kendati ada yang gagal, Irma dan suaminya tetap terpanggil berbagi serta memberdayakan seluas mungkin kalangan yang membutuhkan.