Pekan ini, media massa di Amerika Serikat ramai memberitakan kesepakatan tiga raksasa bisnis untuk berkongsi, yaitu Amazon, JP Morgan Chase, dan Berkshire Hathaway. Mereka menyatakan, kesepakatan bisnis itu dibuat untuk memberikan layanan kesehatan terbaik secara independen bagi karyawannya. Akan tetapi, publik menduga, inilah awal dari ”tsunami” digital di bidang layanan kesehatan.
Ketiga korporasi itu memiliki keunggulan masing-masing. Amazon merupakan perusahaan e-dagang, JP Morgan merupakan perusahaan finansial, dan Berkshire Hathaway adalah perusahaan investasi yang dimiliki Warren Buffet. Begitu mereka mengumumkan sepakat berkongsi, saham perusahaan di sektor kesehatan dan asuransi bertumbangan. Kesepakatan bisnis itu dianggap mengawali perubahan sistem jaminan kesehatan di Amerika Serikat.
Analisis sejumlah pihak memperkirakan, kolaborasi ini akan merombak dan mengguncang layanan kesehatan konvensional pada masa mendatang. Mereka menduga, layanan kesehatan yang dikembangkan tetap berbasis digital sehingga lebih efisien. Beberapa perusahaan yang bakal terkena tsunami di bidang layanan kesehatan ini, antara lain, adalah asuransi, industri farmasi, rumah sakit, dan layanan konsultasi dokter.
Kongsi bisnis itu disebut akan melayani karyawan secara independen. Dengan layanan yang diberikan, karyawan diperkirakan bakal makin mudah mendapat dokter yang berada dekat dengan lingkungannya, mendorong karyawan untuk melakukan konsultasi dokter secara daring. Selain itu juga ada kemudahan mendapatkan obat-obatan dengan harga yang lebih murah. Sejak tahun lalu, Amazon sudah diduga oleh beberapa kalangan akan memasuki bisnis layanan kesehatan.
Dengan kekuatan ritel daring dan fisik, setelah membeli jaringan ritel Whole Foods, Amazon bisa memasuki pasokan dan distribusi obat-obatan. Bisnis memungkinkan potensi untuk meraup penjualan hingga 2,3 miliar dollar AS. Bisnis sebesar itu bisa didapat hanya dengan mengembangkan lini farmasi Whole Foods yang selama ini tak menjual obat-obatan. Mereka hanya menjual produk yang terkait dengan kesehatan, yaitu vitamin dan suplemen.
Mengulang sejarah
Kapankah tsunami digital di layanan kesehatan bakal berdampak ke pemain konvensional? Sebagian besar di antara kita beranggapan, semua itu masih lama atau tidak akan berdampak kepada kita dalam waktu dekat. Jika pendapat itu yang menguat, kita akan kembali mengulang sejarah kegagalan. Kita masih ingat dunia periklanan media massa yang ternyata menggulung pemain lama dengan lebih cepat, industri e-dagang yang membuat peritel konvensional terkaget-kaget, layanan transportasi berbasis aplikasi yang langsung merontokkan pendapatan taksi, dan kini industri jasa keuangan mulai mendapat penantang baru yaitu perusahaan teknologi finansial (tekfin).
Kembali ke soal layanan kesehatan. Kita sebenarnya tak terlalu cemas dengan perkembangan itu. Ada beberapa layanan kesehatan yang berbasis digital yang sudah dikembangkan seperti layanan konsultasi dokter, pembuatan sistem informasi di tingkat bawah, hingga layanan asuransi berbasis tekfin.
Di Yogyakarta, ada prakarsa Simpus Jojok yang kemudian berkembang ke kota lain di Indonesia. Sistem ini berbasis pada pengelolaan data di puskesmas-puskesmas. Data ini berupa jenis penyakit yang ditangani, obat-obatan yang dibutuhkan dan digunakan, serta klaim-klaim jaminan kesehatan. Dengan sistem ini, dokter di sebuah puskesmas, misalnya, berhasil menemukan penyebab perkembangan penyakit di tempatnya setelah mengamati tren data kunjungan pasien.
Banyak manfaat lain bisa didapat jika semua pihak seperti jasa layanan konsultasi dokter secara daring, jasa sistem informasi, perusahaan farmasi, asuransi, dan unit-unit kesehatan bergabung dalam satu platform. Setidaknya, ketika tsunami digital di layanan kesehatan itu mulai, kita tak terbirit-birit lari, karena kita telah memiliki platform lokal yang juga mumpuni. Di luar masalah itu, etika medis soal data pasien tentu perlu dijaga di tengah perkembangan digital. (ANDREAS MARYOTO)