JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan pariwisata yang sedang gencar dilakukan pemerintah masih terkendala ego sektoral. Banyak program yang dibuat untuk memajukan pariwisata, tetapi tidak didukung penuh oleh semua pihak terkait sehingga program itu masih jalan di tempat.
”Contohnya program pengembangan pariwisata halal. Indonesia memiliki banyak potensi untuk mengembangkan wisata halal. Bahkan, berbagai penghargaan dunia untuk wisata halal juga sudah diraih Indonesia. Akan tetapi, hingga kini pengembangannya belum terlihat,” kata Ketua Komite Tetap Industri Pariwisata Kadin yang juga pemilik jaringan Hotel Rhadana, Rainier H Daulay, saat berkunjung ke Redaksi Kompas, Selasa (6/2).
Dia mencontohkan, saat ini pengurusan sertifikat halal bagi hotel dan restoran masih terlalu birokratis. ”Yang terjadi saat ini, bukan kita yang menjadi pusat wisata halal dunia, malah masyarakat kita yang berkunjung ke wisata-wisata halal di luar negeri, seperti Jepang, Korea, Thailand, dan Taiwan,” ujar Rainier.
Wakil Ketua Umum Pariwisata Kadin Kosmian Pudjiadi mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak terlalu menjadikan kunjungan wisatawan asing sebagai target utama. ”Potensi turis domestik kita luar biasa besar. Mereka justru yang mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan,” ujarnya.
Domestik
Untuk 2019, pemerintah menargetkan kunjungan wisatawan asing 20 juta orang, sedangkan wisatawan domestik 275 juta kunjungan.
Menurut Kosmian, seharusnya pemerintah daerah ambil bagian mendorong peningkatan wisatawan domestik. Pemerintah provinsi, misalnya, bisa membuat rapat kerja di kabupaten/kota di wilayahnya. ”Jika ada rapat kerja, daerah akan tumbuh,” ujarnya.
Ketua Komite Tetap Pengembangan Wisata Bahari Kadin Ismail Ning mengatakan, sudah saatnya Indonesia mengembangkan marina untuk perahu pesiar (yacht).
”Posisi geografis Indonesia yang kepulauan dan jauh dari badai siklon membuka peluang dikembangkan wisata bahari. Jika kita punya marina, akan banyak yacht sandar di sini,” kata Ismail.
Ketua Tim Percepatan Pembangunan Destinasi Pariwisata Prioritas Kementerian Pariwisata Hiramsyah S Thaib menambahkan, destinasi wisata kelas atas dan destinasi massal juga perlu dipilah. ”Dengan pemilahan ini, kita bisa menarik lebih banyak wisatawan, dan tentu juga menjaga kelestarian alam. Misalnya untuk Raja Ampat, jika dibuat destinasi massal, dikhawatirkan akan cepat rusak,” kata Hiramsyah. (ARN)