Harga Beras Fluktuatif
JAKARTA, KOMPAS — Sempat turun sejak dua pekan lalu, harga sejumlah jenis beras kembali fluktuatif beberapa hari terakhir. Pasokan masih terbatas dan belum stabil meski panen musim rendeng telah dimulai di sejumlah sentra padi.
Sejak Jumat (26/1), harga beberapa beras jenis medium di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta, seperti IR 64, IR 42, dan Muncul, konsisten turun. Namun, situasi berubah beberapa hari terakhir, harga bergerak naik turun. Beras IR 64 I, misalnya, sempat turun jadi Rp 12.050 per kg pada Minggu (4/2), tetapi menjadi Rp 12.275 per kg pada Rabu (7/2).
Beras dengan mutu lebih baik seperti Muncul I naik dari Rp 13.125 per kg jadi Rp 13.500 per kg pada kurun waktu yang sama. Muncul III naik dari Rp 11.725 per kg menjadi Rp 11.825 per kg, IR 64 II dari Rp 11.450 per kg jadi Rp 11.650 per kg, dan Cianjur Kepala naik dari Rp 15.025 per kg jadi Rp 15.175 per kg.
Seperti harga, stok beras PIBC juga fluktuatif, dari 32.875 ton pada Jumat (26/1), lalu 23.452 ton pada Kamis (1/2), 24.009 ton pada Minggu (4/2), dan 22.595 ton pada Selasa (6/2). Namun, sumber pasokan mulai bergeser. Selama akhir Desember 2017 hingga Januari 2018, beras yang masuk ke PIBC didominasi dari Perum Bulog, belakangan sumber pasokan terbesar berasal dari Jawa Tengah.
Akan tetapi, panen masih terbatas. Menurut Ali Mustofa, pengurus Komunitas Penggilingan Padi Jawa Tengah-Yogyakarta, panen telah dimulai antara lain di Sragen, Jawa Tengah. Namun, arealnya masih relatif kecil sehingga gabah diburu tengkulak dan pengusaha penggilingan. ”Panen di Sragen, misalnya, jadi buruan pelaku perberasan dari Bantul, Purworejo, dan Yogyakarta,” ujarnya.
Karena itu, harga gabah masih relatif tinggi meski berangsur turun sebulan terakhir. Di sejumlah lokasi di Solo Raya, misalnya, harga gabah berkisar Rp 4.700-Rp 5.100 per kg kering panen (GKP). Sementara gabah kering giling Rp 6.200 per kg. Menurut Ali, harga itu relatif tinggi jika mengacu pada kondisi gabah yang di atas 20 persen karena kondisi hujan.
Di Indramayu, Jawa Barat, harga gabah juga masih di atas Rp 5.000 per kg GKP. Menurut Ketua Koperasi Malai Padi Indramayu Nandang Nurdin, panen masih relatif kecil sehingga penurunan harga beras belum signifikan. Di tingkat pengecer di Indramayu, kata Nandang, harga beras medium masih berkisar Rp 12.000 per kg.
Kalangan petani khawatir anjloknya harga gabah karena panen bersamaan. Petani juga khawatir masuknya beras impor bakal semakin menekan harga. Namun, selain menjamin bakal menyerap hasil panen petani, Perum Bulog memastikan beras impor yang masuk bulan ini tidak akan beredar ke pasar.
Berdasarkan kontrak pengadaan dengan enam perusahaan asal Vietnam, Thailand, dan India, total beras yang akan didatangkan Bulog mencapai 281.000 ton. Rinciannya, 141.000 ton dari Vietnam, 120.000 ton dari Thailand, dan 20.000 ton dari India.
Beras dijadwalkan tiba pertama kali pada pertengahan bulan dan ditargetkan rampung di akhir bulan ini. Pelabuhan yang menjadi tujuan beras impor adalah Belawan (Medan, Sumatera Utara), Teluk Bayur (Padang, Sumatera Barat), Panjang (Bandar Lampung, Lampung), Merak (Cilegon, Banten), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya, Jawa Timur), Tanjung Wangi (Banyuwangi Jawa Timur), Benoa (Denpasar, Bali), dan Tenau (Kupang, Nusa Tenggara Timur).
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Siti Kuwati menyatakan, beras impor akan masuk ke gudang Bulog. Beras impor baru akan dikeluarkan untuk stabilisasi ketika ada keputusan rapat koordinasi terbatas. ”Jadi, tidak langsung didistribusikan atau masuk ke pasar. Bulog juga akan menyerap hasil panen sebanyak-banyaknya,” ujarnya.
Menurut Siti, petani tidak perlu khawatir Bulog tidak menyerap produksi. Sebab, Bulog memiliki lebih dari 1.400 unit gudang yang tersebar di 26 divisi regional dengan kapasitas simpan 4 juta ton.
Memperkuat stok
Bulog juga akan memperkuat pengadaan dari panen di dalam negeri. Menurut Kementerian Pertanian, berdasarkan realisasi luas tanam Oktober-November 2017, luas panen Januari 2018 diperkirakan 854.369 hektar dengan potensi produksi beras 2,8 juta ton. Luas panen diperkirakan bertambah jadi 1,6 juta hektar dengan produksi 5,4 juta ton bulan ini, lalu menjadi 2,5 juta hektar dan produksi 7,4 juta ton bulan depan (Maret 2018). Dengan asumsi konsumsi beras nasional 2,5 juta ton per bulan, surplus produksi mencapai 329.320 ton bulan lalu dan bertambah jadi 2,9 juta ton bulan ini.
Dari Jawa Tengah dilaporkan, hingga saat ini, Perum Bulog Subdivre Wilayah V Kedu belum mulai menyerap gabah. Selain karena volume panen yang masih minim, pembelian juga belum bisa dilakukan karena harga gabah dan beras di tingkat petani masih jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP).
Wakil Kepala Perum Bulog Subdivre Wilayah V Kedu Abdullah mengatakan, pihaknya sudah mencoba menaikkan standar harga pembelian gabah dan beras. Namun, dengan memakai acuan standar harga itu saja, beras hasil panen petani tetap tak terbeli.
”Untuk beras kualitas medium, kami sudah menetapkan standar harga pembelian Rp 8.000 per kilogram (kg), tetapi harga beras dari penggilingan dan petani masih di atas Rp 9.000 per kg,” ujar Abdullah.
Sarjini, pengelola penggilingan padi di Kelurahan Jurang, Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung, mengatakan, harga gabah kering panen (GKP) saat ini mencapai Rp 5.800-Rp 6.000 per kg. Di musim hujan seperti sekarang, gabah yang dijual dengan harga tinggi tersebut memiliki rendemen rendah. Biasanya 1 kuintal gabah yang mampu menghasilkan 55-56 kg beras. Namun, saat ini hanya menghasilkan 48-50 kg beras. (MKN/EGI)