Kementerian Kelautan dan Perikanan mengawali tahun 2018 dengan pekerjaan besar untuk meningkatkan kinerja ekspor perikanan. Ini sejalan dengan amanat Presiden Joko Widodo agar industri pengolahan ikan dan peningkatan ekspor perikanan mendapat perhatian lebih pada pengelolaan bidang ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, volume ekspor ikan tahun 2017 sebesar 1,02 juta ton dengan nilai 4,51 miliar dollar AS. Nilai ekspor itu di bawah target awal pemerintah 7,62 miliar dollar AS yang belakangan direvisi menjadi 4,5 miliar dollar AS.
Tahun 2018, KKP menargetkan nilai ekspor perikanan sebesar 8,53 miliar dollar AS. Namun, target itu pun diturunkan lagi menjadi 5 miliar dollar AS. Salah satu yang disebut sebagai penghambat ekspor, yakni pengenaan tarif bea masuk perikanan ke beberapa negara yang dinilai merugikan Indonesia.
Ekspor beberapa komoditas perikanan Indonesia ke Uni Eropa, misalnya, dikenakan tarif bea masuk sebesar 19-24 persen dan Jepang sekitar 7-9 persen. Sementara negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand, Filipina, Timor Leste, dan Papua Niugini, dibebaskan bea masuknya.
Tingginya bea masuk ekspor perikanan ini antara lain disebabkan skema perdagangan yang diterapkan oleh negara tujuan ekspor. Faktor lainnya, negara pengekspor dituding melakukan pembiaran terhadap praktik perikanan ilegal, pemberian subsidi untuk industri, hingga kategori negara maju.
Dalam tiga tahun terakhir, Indonesia sudah menunjukkan komitmen untuk memerangi pencurian ikan. Kiprah Indonesia untuk memberantas penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUFF), mendapat apresiasi dari pemerintah Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang.
Tahun 2014-2017, KKP dinilai telah konsisten melakukan penegakan hukum dengan menenggelamkan 353 kapal ikan asing ilegal. Potensi ikan lestari tahun ini pun meningkat menjadi 12,5 juta ton.
Kendati rekam jejak Indonesia dalam pemberantasan perikanan ilegal sudah diapresiasi dunia internasional, langkah negosiasi Indonesia untuk meminta keringanan bea masuk komoditas ekspor perikanan tak berjalan mulus. Kendala tingginya bea masuk nyaris berulang setiap tahun dan menjadi momok peningkatan ekspor.
Di sisi lain, sejumlah pekerjaan rumah menanti untuk diselesaikan, seperti pembenahan produksi dan pemenuhan bahan baku industri pengolahan. Seberapa besar hasil tangkapan armada perikanan nasional dan hasil budidaya perikanan dapat memenuhi standar mutu dengan kemudahan akses pasar.
Amanat Presiden untuk percepatan industrialisasi perikanan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Industrialisasi Perikanan Nasional memberikan mandat dan penugasan kepada 20 kementerian, Badan Informasi Geospasial, TNI/Polri, dan pemerintah provinsi untuk bersinergi melaksanakan rencana aksi industrialisasi perikanan nasional.
Segala penjuru harus dikerahkan untuk menggenjot industri perikanan. Iklim investasi yang kondusif, dukungan pembiayaan dan pembangunan infrastruktur, seperti kapal ikan berukuran besar, revitalisasi tambak, percepatan pembangunan sentra kelautan perikanan terpadu (SKPT) serta pelabuhan perikanan perlu direalisasikan untuk menjadi stimulus bagi bergeraknya sektor kelautan dan perikanan.
Kini saatnya pemerintah fokus mengurai satu per satu persoalan perikanan dan membuktikan komitmen membangkitkan industri perikanan nasional. (BM LUKITA GRAHADYARINI)