Insentif Pajak Bisa Tingkatkan Ekspor dan Investasi
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus berusaha mempermudah investor memperoleh insentif pajak. Ini dilakukan untuk mempercepat peningkatan investasi dan ekspor.
Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat tertutup dengan para menteri di bidang ekonomi, Jumat (9/2), di Istana Wapres, Jakarta, yang antara lain membahas insentif pajak untuk meningkatkan investasi dan ekspor. Hadir dalam rapat itu Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong. Para menteri hadir sekitar pukul 9.30 dan meninggalkan Istana Wapres pada pukul 11.30.
Sejauh ini, insentif pajak yang sudah ada adalah pembebasan pajak selama periode tertentu (tax holiday) dan pengurangan pajak (tax allowance). Kedua insentif itu, menurut Ketua Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi, tak terealisasi karena persyaratan terlalu banyak. Akibatnya, investasi tetap terkendala sehingga memilih negara yang prosesnya mudah. ”Kita mau mempermudah investasi, tetapi syaratnya susah sehingga terkesan tidak serius dan orang malas meminta,” kata Sofjan.
Meski telah direlaksasi beberapa kali, insentif fiskal tak banyak dimanfaatkan pengusaha. Salah satu faktornya adalah relaksasi belum memenuhi kebutuhan industri.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman di Jakarta, Jumat, mengatakan, skema insentif yang ditawarkan pemerintah menyisakan ketidakpastian. ”Ada banyak bidang usaha penting yang belum terjaring dalam skema. Industri makanan dan minuman, misalnya,” kata Adhi.
Potensi meningkatkan ekspor industri makanan dan minuman tinggi. Bahan mentahnya tersedia di dalam negeri. Masalahnya, industri pengolah bahan mentah ke bahan baku siap proses industri hilir makanan dan minuman di dalam negeri masih sedikit. Akibatnya, bahan baku diimpor. ”Kalau industri makanan dan minuman bisa dikembangkan, ekspor bisa ditingkatkan dan impor bisa berkurang,” katanya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, insentif fiskal yang telah disediakan pemerintah sebenarnya banyak dan berlapis. Namun, belum banyak pengusaha memanfaatkannya.
Bea masuk
Selain memberi insentif berupa tax holiday dan tax allowance, pemerintah juga memberi subsidi pajak melalui bea masuk ditanggung pemerintah dan Pajak Penghasilan (PPh) ditanggung pemerintah. Kajian BKF menunjukkan, insentif fiskal bukan satu-satunya faktor yang menentukan realisasi investasi. Ada juga faktor lain, seperti kemudahan perizinan, kemudahan membayar pajak, atau pembebasan lahan. Namun, Kementerian Keuangan tetap akan mengevaluasi insentif fiskal.
”Ini yang ingin kita dalami ke pengusaha. Kami berharap insentif ini dipakai. Kalau tidak, sayang. Kami akan tanya kepada pengusaha tentang apa yang mereka butuhkan,” ujar Suahasil.
Tax allowance diberikan dengan payung hukum berupa peraturan pemerintah. Sejak diterbitkan pertama kali pada 2011, pemerintah telah merelaksasinya sebanyak tiga kali. Sejauh ini, 137 perusahaan telah memanfaatkannya.
Sementara tax holiday diterbitkan menggunakan payung hukum berupa peraturan menteri keuangan. Sejak diterbitkan pertama kali pada 2011, relaksasi setidaknya telah dilakukan sekali. Baru lima perusahaan yang memanfaatkannya. (LAS/INA)