Dana Pemda Rp 86,2 Triliun
JAKARTA, KOMPAS — Saldo simpanan pemerintah daerah di bank secara nasional per 31 Desember 2017 mencapai Rp 86,2 triliun. Dari 34 provinsi, saldo simpanan 17 provinsi meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Per 31 Desember 2016, saldo simpanan pemerintah daerah (pemda) secara agregat nasional di bank mencapai Rp 83,85 triliun.
”Meskipun demikian, posisi dana simpanan pemda per akhir Desember 2017 ini mengalami penurunan Rp 129,8 triliun atau 60 persen dari posisinya pada akhir November 2017 yang mencapai Rp 216 triliun,” kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso, Minggu (11/2).
Mengacu pada data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), dana simpanan pemda per 31 Desember 2017 itu ditempatkan di tiga instrumen perbankan. Instrumen ini meliputi giro senilai Rp 50,9 triliun (59 persen), deposito senilai Rp 32,8 triliun (38 persen), dan tabungan Rp 2,5 triliun (3 persen).
Saldo simpanan terbesar adalah milik pemerintah kabupaten, yakni Rp 36,9 triliun. Berikutnya, saldo simpanan pemerintah provinsi, yakni Rp 33,8 triliun. Adapun saldo simpanan milik pemerintah kota adalah Rp 15,6 triliun.
Sementara itu, yang saldo simpanannya meningkat di antaranya Provinsi Sulawesi Utara, yakni dari Rp 300 miliar pada 2016 menjadi Rp 1,7 triliun pada 2017. Adapun simpanan pemda di Provinsi Aceh meningkat dari Rp 2,35 triliun pada 2016 menjadi Rp 3,4 triliun pada 2017.
Jumlah dana simpanan pemda tersebut, lanjut Boediarso, merupakan saldo simpanan berdasarkan lokasi bank. Dengan demikian, saldo simpanan pemda di perbankan di suatu wilayah tertentu bisa jadi tidak hanya milik pemda setempat. Ada kemungkinan sebagian di antaranya milik pemda lain yang membuka rekening bank di wilayah tersebut.
Boediarso menegaskan, DJPK selalu mendorong pemda untuk mempercepat penyerapan anggaran sekaligus mendorong agar pemda bisa lebih optimal dalam mengendalikan posisi kas secara wajar, termasuk dana pemda yang disimpan di bank. Untuk itu, DJPK akan melanjutkan kebijakan yang telah dilaksanakan pada 2017.
Kebijakan itu di antaranya menjatuhkan sanksi kepada pemda yang pengelolaan keuangannya tidak sesuai ketentuan yang telah diatur. Adapun bentuk sanksinya berupa menunda penyaluran sebagian dana alokasi umum (DAU), mengonversi penyaluran DAU dan/atau dana bagi hasil (DBH) dalam bentuk surat berharga negara (SBN), serta menunda penyaluran sebagian DBH dan/atau DAU. DJPK juga menyalurkan DAU dan dana desa berdasarkan kinerja penyerapan anggaran dan capaian keluaran atau hasil.
Berbanding lurus
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati berpendapat, saldo simpanan pemda di akhir tahun yang besar berbanding lurus dengan peningkatan dana transfer ke daerah. ”Artinya, tidak ada perbaikan yang berarti karena persoalan pokok pengelolaan dana belum sepenuhnya tersentuh,” kata Enny.
Enny mengasumsikan, simpanan terbesar itu adalah DAU. Untuk itu, selain perbaikan kapasitas tata kelola pemerintah daerah, Kementerian Keuangan sebaiknya juga memperbaiki formulasinya. ”Persoalan dari tahun ke tahun sama. Jadi, yang harus diperbaiki adalah formulasi DAK. Sebaiknya ada fleksibilitas, tetapi tentu ada indikator output dan outcome yang jelas,” kata Enny.
Saldo simpanan pemda mencapai puncaknya pada 2014, yakni Rp 113,08 triliun. Pada 2015, saldo simpanan pemda menjadi Rp 99,68 triliun dan pada 2016 menjadi Rp 83,85 triliun. (LAS)