JAKARTA, KOMPAS — Kemudahan memulai usaha di Indonesia perlu terus dibenahi. Hal ini mencakup kemudahan bagi investor skala menengah besar ataupun pelaku usaha mikro kecil dan menengah. Persoalan itu menjadi salah satu topik bahasan pada Asia Liberty Forum 2018, Minggu (11/2), di Jakarta.
Peneliti bidang ekonomi Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Novani Karina Saputri, mengatakan, proses memulai usaha serta peraturan yang tumpang tindih terkait kemudahan usaha belum tuntas dibenahi pemerintah. Dari kajian CIPS, total waktu yang dibutuhkan untuk mengurus perizinan masih mencapai 23 hari dan harus melalui 10 prosedur. Padahal, pemerintah menargetkan waktu yang dibutuhkan hanya 7 hari dan melalui 5 prosedur.
”Masalahnya, ada regulasi dari pemerintah pusat yang diinterpretasikan berbeda oleh pemerintah daerah,” ujar Novani.
Sementara itu, mantan Menteri Keuangan M Chatib Basri yang juga pernah memimpin Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menilai, pemerintah pusat dan daerah belum sejalan dalam upaya mendongkrak peringkat kemudahan berinvestasi di Indonesia.
Sejumlah regulasi di tingkat daerah masih menghambat. Chatib mencontohkan, setelah investor selesai mengurus perizinan di tingkat pusat, mereka harus mengurus perizinan di daerah. Pengurusan izin investasi yang cepat di tingkat pusat tidak serta-merta membuat investor dapat segera memulai kegiatan.
Kemudahan berbisnis juga belum cukup dirasakan oleh pelaku usaha mikro kecil dan menengah. Banyak pelaku UMKM belum teregistrasi sehingga menyulitkan mendapat akses pembiayaan. Padahal, UMKM berkontribusi besar pada perekonomian nasional.
Novani mengatakan, sekitar 70 persen UMKM di Indonesia belum terdaftar. Padahal, UMKM berkontribusi lebih dari 50 persen dari total produk domestik bruto (PDB). UMKM yang telah terdaftar akan lebih mudah mendapat bantuan pembiayaan dari bank. Bantuan pembiayaan itu mendorong UMKM berkembang dan lebih banyak menyerap tenaga kerja. Masih banyaknya jumlah UMKM yang belum terdaftar tentu berdampak pada pertumbuhan ekonomi. (DD10)