Sistem resi gudang mensyaratkan pergudangan yang memadai dan bermutu.
”Selain faktor pergudangan dan mutu bahan olah karet rakyat, sejauh ini belum ada permintaan membuka sistem resi gudang untuk karet ke Bappebti dari daerah sentra produksi karet, seperti Jambi, Riau, Sumatera Selatan, dan Lampung,” kata Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Bachrul Chairi kepada Kompas, Senin (12/2).
Menurut Bachrul, sistem resi gudang karet belum terimplementasi di sentra produksi karet. Sebab, karet yang dihasilkan petani masih dalam bentuk bahan olah karet rakyat yang membutuhkan gudang terbuka dan belum ada standar mutunya.
Untuk meningkatkan kualitas bahan olah karet rakyat, lanjut Bachrul, Bappebti akan berkoordinasi dengan kementerian, lembaga, dan asosiasi terkait. Sosialisasi akan dilakukan di sentra-sentra karet. Sistem resi gudang diprioritaskan untuk petani, bukan pedagang. Petani yang masuk dalam sistem resi gudang akan mendapat subsidi bunga. Dengan menyimpan karet dalam sistem resi gudang pada saat harga jatuh, petani bisa menjual lagi pada saat harga karet sedang tinggi.
Ketua Umum Asosiasi Petani Karet Indonesia Lukman Zakaria mengemukakan, jaring pelindung petani karet sangat diperlukan. Sebab, petani selalu merugi ketika harga karet jatuh. Pada saat ada pembatasan ekspor yang bertujuan meningkatkan harga karet, petani tidak merasakan dampaknya secara signifikan.
”Kami juga tidak mau ada pembatasan penderesan getah karet dari setiap hari menjadi dua kali dalam seminggu. Kami bekerja harian agar memperoleh uang untuk hidup sehari-hari,” kata Lukman.
Kurang adil
Penasihat Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Daud Husni Bastari menyatakan, pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karet sebesar 10 persen. Kebijakan itu kurang adil karena bea masuk karet dari negara lain hanya 5 persen.
Menurut data Kementerian Perdagangan, lima negara tujuan utama ekspor karet Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, China, India, dan Korea Selatan. Indonesia juga mengimpor karet dari Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, dan China.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang, kemarin, di Jakarta, menyatakan, kendala terbesar yang dialami petani karet adalah keterbatasan kapasitas, jenis, dan mutu produk. ”Kami fokus bagaimana petani bisa mengolah karet dan memenuhi kuota, antara lain dengan menghubungkan industri dengan kelompok tani,” ujarnya.
Sementara Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Deded Permadi Sjamsudin mengatakan, penelitian dan uji coba pemanfaatan karet sebagai material pendukung jalan telah selesai dilakukan.
Di Sumatera Selatan, kendati pembatasan ekspor sudah dijalankan, harga karet di wilayah itu belum membaik.
Menurut Ketua Gapkindo Sumatera Selatan Alex K Eddy, harga yang tidak kunjung membaik dikhawatirkan berpengaruh terhadap penurunan produksi karena petani enggan menyadap karet. Tahun lalu, produksi karet di Sumatera Selatan mencapai 1 juta ton. (HEN/MKN/NAD/RAM)