Teknologi digital yang berkembang amat cepat memengaruhi hampir semua sektor ekonomi. Umumnya teknologi digital mengambil peran dan menggantikan pekerjaan berjenis perantara. Teknologi digital juga mempercepat berbagai pekerjaan yang semula dikerjakan manual.
Sudah kelihatan ada berbagai respons korporasi terhadap datangnya era digital. Respons terutama dilakukan karena korporasi merasa bahwa kemajuan digital akan berdampak langsung terhadap proses dan model bisnis. Sejumlah korporasi yang sudah merespons kemajuan teknologi digital itu mulai mendapatkan hasil, yakni terjadinya penyelarasan proses dan model bisnis berbasis teknologi digital. Sejumlah korporasi lain masih meraba-raba proses dan model bisnis yang paling pas.
Di sektor jasa keuangan ada beragam respons korporasi terhadap perkembangan teknologi digital. Korporasi yang merasa bahwa teknologi digital bisa diadopsi melakukan investasi besar untuk memperluas kanal layanan. Industri perbankan termasuk yang melihat perkembangan teknologi digital sebagai sesuatu yang serius. Bank memiliki bisnis inti untuk menjalankan fungsi intermediasi dana melalui simpanan dan pinjaman. Bisnis utama bank adalah menampung dana pihak ketiga dan menyalurkannya kepada pihak lain melalui kredit. Bisnis lain di industri perbankan adalah bisnis ikutan atau melengkapi layanan bank.
Dalam beberapa tahun belakangan ini muncul banyak usaha rintisan berbasis teknologi finansial (tekfin) untuk melayani pinjam-meminjam antarpihak. Prosedur yang ditawarkan juga lebih sederhana dan proses pencairan pinjaman lebih cepat dibandingkan layanan yang sama dari bank. Usaha rintisan itu umumnya membidik sektor produktif yang selama ini agak kesulitan mengakses pinjaman dari bank.
Walaupun berbeda segmen, model bisnis yang dipakai oleh usaha rintisan pinjam-meminjam antarpihak itu nyaris sama dengan bisnis inti bank. Kehadiran usaha rintisan pinjam-meminjam antarpihak itu sebetulnya tak salah, bahkan berusaha terlibat dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia yang stagnan. Untuk itu, tidak ada pilihan bagi industri perbankan untuk mengadopsi teknologi digital sesuai dengan segmen bisnisnya.
Diskusi kelompok terfokus yang digelar oleh PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Tbk di Bali, pekan lalu, juga melihat teknologi digital hampir tak bisa dihindari lagi. Diskusi menghadirkan Direktur BTPN Anika Faisal dan pengajar Universitas Atma Jaya Jakarta, A Prasetyantoko.
Bagi industri perbankan, sejauh ini sektor korporasi dan komersial masih mereka kerjakan sendiri karena tekfin
masih lebih banyak menyasar sektor ritel. Dengan demikian, dalam jangka pendek ini, baru sektor ritel yang perlu segera mendapat perhatian serius dari perbankan yang segmen bisnisnya ada di sana. Namun, melihat pertumbuhan dan arah bisnis berbasis teknologi digital yang tak terduga, perbankan tetap harus memperhatikan adopsi teknologi digital pada semua segmen.
Apalagi, mulai tumbuh juga usaha rintisan tekfin yang melayani sistem pembayaran. Jasa dari sistem pembayaran juga selama ini ikut menopang bisnis perbankan. Ada tiga strategi yang bisa dipilih oleh industri perbankan untuk mengantisipasi perkembangan teknologi digital itu. Pertama, bank bisa memilih untuk mengadopsi sebagian teknologi yang digunakan oleh usaha rintisan tekfin, tetapi tetap menjalankan juga bisnis konvensionalnya. Kedua, bertransformasi menjadi perusahaan yang model bisnis dan proses bisnisnya mirip dengan tekfin. Ketiga, menyesuaikan sebagian produknya dengan kebutuhan digital.
BTPN termasuk salah satu bank yang langsung memberi respons terhadap perkembangan teknologi digital. Respons itu antara lain melalui fitur BTPN Jenius dan peluncuran layanan BTPN Wow!. Bentuk respons itu dipilih terutama karena sekarang nasabah memiliki kecenderungan ingin mengatur sendiri keuangannya. Jasa keuangan kemudian menjadi konsekuensi dari cara hidup nasabahnya. Mau tak mau bank harus menyesuaikan model bisnis dengan kecenderungan nasabah.
Ini mengonfirmasi bahwa ke depan yang paling utama adalah layanan perbankannya. Sementara bangunan fisik bank pada masa depan bisa jadi hanya akan diperlukan untuk pusat data dan tempat tatap muka dengan nasabah dengan persoalan yang lebih rumit. Walaupun dibutuhkan respons cepat terhadap kemajuan teknologi digital, industri perbankan tetap harus memitigasi risiko dan menjaga prinsip kehati-hatian. Bisnis bank dibangun di atas fondasi kepercayaan. Teknologi digital semestinya bersifat melengkapi saja. (A HANDOKO)