Pemerintah Meminta Perbankan Hindari Praktik Monopoli
Oleh
Hendriyo Widi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meminta perbankan menghindari praktik-pratik monopoli dalam pengembangan keuangan inklusif. Hal itu mengingat arah dasar program nasional keuangan inklusif adalah pemerataan ekonomi melalui akses layanan keuangan formal. Masyarakat yang belum terakses layanan keuangan formal harus menjadi prioritas.
Dalam diskusi Ngobrol Pemerataan Ekonomi: Mendorong Terciptanya Keuangan inklusif melalui Pemanfaatan Sistem Digital di Jakarta, Rabu (14/2), Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan, salah satu persoalan yang mengemuka dalam pengembangan keuangan inklusif adalah pengembangan agen keuangan inklusif.
Saat ini, agen keuangan inklusif masih terikat peraturan bank, yaitu hanya bisa menjadi agen bank tersebut.
Padahal, agen keuangan inklusif tersebut memungkinkan untuk menjadi multiple agent. Dengan menjadi multiple agent, jangkauan mereka bisa lebih luas dan mendapatkan pemasukan lebih atas jasa mereka.
”Ini sebenarnya hanya soal mengejar keuntungan sehingga bank mengikat agennya sebagai agen tunggal. Bank terkesan seperti memonopoli sehingga menghambat perkembangan keuangan inklusif,” katanya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, agen menjadi salah satu penentu peningkatan keuangan inklusif. Semakin banyak agen, semakin cepat keuangan inklusif berkembang.
”Saya harap multiple agent tidak menjadi masalah. Kalau memang bank membolehkan, ya silakan saja,” katanya.
Keuangan inklusif itu melibatkan dua sisi, yaitu komersial dan sosial. Keduanya harus ditempatkan dalam posisi yang seimbang agar bisa berkelanjutan.
Menurut Wimboh, keuangan inklusif itu melibatkan dua sisi, yaitu komersial dan sosial. Keduanya harus ditempatkan dalam posisi yang seimbang agar bisa berkelanjutan. OJK terus berupaya meningkatkan keuangan inklusif, salah satunya dengan mengoptimalkan kinerja agen Laku Pandai. Keuangan inklusif kurang tumbuh optimal karena satu agen hanya melayani satu bank.
”Kami akan mendorong agar agen Laku Pandai dapat menjadi multiple agent. OJK juga akan memfasilitasi penyediaan kredit usaha rakyat untuk modal kerja para agen,” katanya. OJK mencatat, hingga akhir Desember 2017 jumlah agen Laku Pandai dari 27 bank sebanyak 740.121 agen yang tersebar di 512 kabupaten/kota di 34 provinsi. Jumlah nasabah Laku Pandai 13,64 juta orang dengan total nilai tabungan yang tidak memiliki batas minimum (basic saving account) Rp 1,02 miliar.
Di tengah perkembangan tekfin, kata Wimboh, OJK akan mendorong mereka meningkatkan keuangan inklusif. Mereka bisa berkolaborasi dengan perbankan dan harus mengedepankan perlindungan konsumen. Mereka yang bergerak di bidang pinjam-meminjam antarpihak (P2P lending) jangan hanya sekadar menyalurkan kredit, tetapi juga perlu membina peminjam kredit agar usahanya berkembang.