JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) meniadakan pos jabatan Direktorat Gas yang merupakan salah satu hasil rapat umum pemegang saham. Para pebisnis khawatir, keputusan tersebut menimbulkan ketidakpastian dalam bisnis gas di dalam negeri.
Di satu sisi, tantangan yang dihadapi Pertamina kian kompleks. ”Dihapuskannya posisi Direktorat Gas di tubuh Pertamina dikhawatirkan membuat masa depan kebijakan pengembangan gas alam cair (LNG) untuk sektor industri menjadi tidak jelas,” kata Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaja, Rabu (14/2), di Jakarta.
Menurut Achmad, di tengah belum tuntasnya peta jalan pemanfaatan LNG untuk industri yang semula memakai gas pipa, keputusan itu dapat menimbulkan ketidakpastian. Apalagi, proses pembentukan perusahaan induk migas belum ada kejelasan.
Amanat penurunan harga gas yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi juga belum tuntas. ”Belum ada kepastian mengenai kebijakan penurunan harga gas. Pemerintah belum bijak dalam menerbitkan aturan,” kata Achmad.
Pelayanan ke konsumen
Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito menegaskan, penghapusan Direktorat Gas tidak akan mengurangi pelayanan gas ke konsumen. Direktorat Gas, yang tadinya berdiri sendiri, saat ini di ada bawah kendali Direktorat Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko.
”Tantangan yang dihadapi Pertamina kian kompleks. Ada perubahan tata kelola di internal perusahaan. Namun, kami akan menjaga betul pasokan bahan bakar minyak, elpiji, dan gas untuk konsumen,” ujar Adiatma.
Penggunaan gas sebagai energi utama pada masa mendatang, lanjut Adiatma, menjadi salah satu fokus dalam bisnis Pertamina. Baru-baru ini, Pertamina telah menandatangani kesepakatan jual-beli LNG dengan Bangladesh dan Pakistan. (APO)