JAKARTA, KOMPAS — Penurunan harga beras di Jakarta ataupun rata-rata nasional belum terlalu signifikan meski panen telah berlangsung dan sebagian beras impor telah tiba. Luas panen dan pasokan ke pasar masih relatif kecil sehingga tidak signifikan menekan harga beras.
Pada perdagangan Minggu (18/2), harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, berkisar Rp 8.500-Rp 15.900 per kilogram (kg). Rata-rata harga beras medium tercatat Rp 11.256 per kg, jauh lebih tinggi dari 18 Februari 2017, yakni Rp 9.400 per kg, atau tahun 2016 sebesar Rp 9.375 per kg. Adapun stok tercatat 21.101 ton, turun 28,6 persen dibandingkan stok akhir bulan lalu, atau turun 35,7 persen dibandingkan stok akhir tahun 2017.
Menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga beras rata-rata secara nasional pada Kamis (15/2) Rp 12.100 per kg, yang sudah bertahan sekitar dua pekan. Harga tertinggi tercatat di DKI Jakarta dengan Rp 14.300 per kg, disusul Kalimantan Tengah Rp 13.750 per kg, dan Kalimantan Utara Rp 13.350 per kg.
Namun, meski tercatat sebagai yang tertinggi, harga beras di sejumlah pasar tradisional Jakarta cenderung turun. Sesuai data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Jakarta, penurunan harga terjadi beberapa hari terakhir, tetapi belum signifikan. Rata-rata harga beras jenis IR 64 III pada Minggu (18/2), misalnya, Rp 9.778 per kg di pengecer, turun dari Rp 9.935 per kg dua hari sebelumnya.
Ini mencerminkan masih minimnya luas panen musim ini. Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Sutarto Alimoeso memperkirakan, realisasi panen sampai akhir Februari 2018 baru sekitar 20 persen dari total luas tanam. Panen dalam skala luas, yakni 80 persen sisanya, diperkirakan baru terjadi pada Maret-April 2018.
Karena itu, pasokan beras ke pasar dinilai masih kecil. Harga gabah di lapangan pun masih relatif tinggi, yakni lebih dari Rp 4.700 per kg kering panen, jauh lebih tinggi dari harga pembelian pemerintah Rp 3.700 per kg. ”Kalau ada kasus harga gabah rendah, biasanya karena kadar airnya tinggi atau kualitasnya buruk. Umumnya harga masih tinggi dan gabah masih menjadi rebutan pedagang dan penggilingan,” ujarnya.
Berdasarkan sensus penggilingan padi yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2012, terdapat 182.199 penggilingan padi skala keliling, kecil, sedang, dan besar di Indonesia. Dari jumlah itu, 93 persen merupakan penggilingan skala kecil yang mengandalkan lantai jemur untuk mengeringkan padi.
Dengan jumlah penggilingan sebanyak itu, terjadi perebutan bahan baku. Sesuai survei itu, kapasitas telantar mencapai 14,8 persen. Artinya, sebagian berproduksi di bawah kapasitas terpasang. Penggilingan kecil bahkan diperkirakan hanya berproduksi 3-4 bulan dalam setahun.
Perebutan gabah
Menurut Sutarto, kondisi itu membuat perebutan gabah menjadi sengit. Karena itu, penurunan harga gabah menjadi Rp 4.000 per kg diperkirakan tidak akan berlangsung lama, setidaknya pada puncak panen raya saja. Apalagi, pemerintah menyatakan bahwa 281.000 ton beras yang diimpor akan masuk gudang Perum Bulog.
Pemerintah mengantisipasi situasi itu dengan menaikkan fleksibilitas pembelian gabah/beras sampai 20 persen di atas harga pembelian pemerintah. Harapannya, Bulog dapat lebih mudah menyerap gabah/beras untuk memperkuat cadangan beras pemerintah sekaligus mengejar target pengadaan 2,7 juta ton tahun ini.
Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti menyatakan, kelenturan itu mempermudah pihaknya menyerap gabah atau beras produksi dalam negeri. Dengan kelenturan itu, Bulog dapat membeli gabah hingga harga Rp 4.440 per kg gabah kering panen (GKP) di tingkat petani atau beras Rp 8.760 per kg di gudang Bulog.
Namun, seperti tahun lalu ketika harga GKP berkisar Rp 4.308-Rp 4.995 per kg, target pengadaan tahun ini juga penuh tantangan. Kenaikan fleksibilitas 20 persen belum menjadi jaminan target tercapai. Sebab, harga gabah/beras berpotensi tetap tinggi.
Selama Januari 2018, misalnya, menurut data BPS, rata-rata harga GKP mencapai Rp 5.415 per kg di tingkat petani, naik 8,42 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Angka itu didapat dari 1.128 transaksi penjualan gabah di 28 provinsi. (MKN)