Antisipasi Penyelewengan BBM Bersubsidi
JAKARTA, KOMPAS — Penyelewengan penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi akan terus dicegah. Saat ini, hal tersebut masih terus terjadi.
Berdasarkan catatan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi, ada laporan 53 temuan penyelewengan penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi dari kepolisian pada periode 4 Januari-19 Februari 2018. Selisih harga BBM bersubsidi dengan harga keekonomian bakal kian melebar menyusul harga minyak mentah dunia yang naik.
Harga solar bersubsidi saat ini dijual Rp 5.150 per liter. Berdasarkan penghitungan PT Pertamina (Persero), ada selisih sekitar Rp 2.000 per liter dengan harga keekonomian (nonsubsidi). Selisih harga tersebut dimanfaatkan oknum tak bertanggung jawab untuk menjual solar bersubsidi ke kalangan industri yang diharuskan memakai solar nonsubsidi.
”Kami akan berkoordinasi dengan aparat kepolisian dalam hal pengawasan dan pencegahan penyelewengan BBM bersubsidi. Kami juga mengajak lembaga penyalur BBM untuk mengawasi lebih ketat penyaluran BBM bersubsidi agar tak disalahgunakan,” kata Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa, Senin (19/2), di Jakarta.
Terkait temuan penyelewengan penggunaan BBM bersubsidi, Fanshurullah mengatakan, belum bisa merinci lokasi dan volumenya.
Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan, dengan selisih harga yang lebar antara solar bersubsidi dan nonsubsidi, ada potensi terjadi penyelewengan di lapangan. Penyelewengan itu berupa pembelian solar bersubsidi yang dijual ke kalangan industri, yang seharusnya memakai solar nonsubsidi.
”Soal harga jual yang berada di bawah harga keekonomian, sebagai BUMN, kami hanya mengikuti keputusan pemerintah,” ujar Adiatma.
Sejak 1 April 2016, pemerintah tak mengubah harga premium dan solar bersubsidi kendati harga minyak mentah terus meroket. Akibatnya, selisih harga keekonomian dengan harga jual ke masyarakat melebar. Selisih harga jual solar bersubsidi dengan harga keekonomian Rp 2.000 per liter, sedangkan untuk premium Rp 1.000 per liter. Saat ini, premium dijual seharga Rp 6.450 per liter.
Sampai dengan Senin (19/2) sore, harga minyak mentah dunia terus meningkat. Harga minyak mentah jenis WTI 62,21 dollar AS per barrel, sedangkan jenis Brent dijual 65,32 dollar AS per barrel.
Harga rata-rata minyak mentah pada 2016 sebesar 40,68 dollar AS per barrel dan 51,64 dollar AS per barrel pada 2017. Permintaan yang tinggi di tengah pembatasan produksi minyak Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) menjadi salah satu penyebab kenaikan harga itu.
Potensi
Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Satya Widya Yudha, berpendapat, selama ada dua harga berbeda untuk satu jenis komoditas yang sama, selama itu pula ada potensi penyelewengan. Selain pada BBM, hal itu juga bisa terjadi pada elpiji, yakni praktik pengoplosan elpiji 3 kilogram yang selama disubsidi dengan elpiji 12 kg yang tidak disubsidi.
”Salah satu antisipasinya, pengawasan pendistribusian secara ketat di lapangan. Jangan sampai hak masyarakat mendapat subsidi menjadi hilang atau berkurang akibat praktik penyelewengan oleh oknum tak bertanggung jawab tersebut,” ujar Satya.
Satya juga mengingatkan pemerintah untuk konsisten menerapkan evaluasi harga BBM jenis premium dan solar bersubsidi setiap tiga bulan. Hal itu, kata Satya, sudah menjadi kesepakatan dengan DPR.
Evaluasi setiap tiga bulan tersebut memberi penyadaran kepada publik bahwa harga energi bersifat dinamis.
”Itu juga tidak bisa diartikan dengan menyerahkan ke mekanisme pasar. Sebab, evaluasi harga setiap tiga bulan bisa mengakibatkan penurunan harga atau sebaliknya. Selain itu, evaluasi tersebut juga sebagai bentuk campur tangan negara terhadap BBM yang memengaruhi hajat hidup orang banyak,” kata Satya.
Gas dioplos
Satuan Tugas Pangan Kepolisian Daerah Jawa Tengah membongkar bisnis ilegal pengoplosan gas di Jepara, Jawa Tengah. Praktiknya, dengan memindahkan isi tabung elpiji bersubsidi 3 kg ke dalam tabung gas nonsubsidi berukuran 12 kg.
Dalam pengungkapan kasus itu, polisi menyita 650 tabung gas 3 kg yang berasal dari luar Jawa Tengah.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng Ajun Komisaris Besar Haryo Sugiharto mengatakan, tersangka berinisial EH memindahkan isi tabung gas 3 kg ke tabung gas 12 kg demi meraup untung besar. Keuntungannya sekitar Rp 50.000 per tabung.
”Tersangka dapat menjual sekitar 300 tabung gas 12 kg hasil oplosan. Pengakuannya, keuntungan minimal sekitar Rp 15 juta per bulan,” kata Haryo di Polda Jateng, Banyumanik, Kota Semarang, kemarin. (APO/KRN)