Membentuk perusahaan induk badan usaha milik negara yang punya skala besar, efisien, dan mampu berkompetisi di tingkat global tidaklah mudah. Secara internal, ada kemungkinan resistansi, baik dari karyawan maupun jajaran direksi.
Badan usaha milik negara (BUMN) juga sudah merasa sukses. Pembentukan perusahaan induk juga dinilai dapat memangkas proses bisnis yang sudah berjalan. Misalnya, memangkas model kerja sama dengan pihak ketiga yang kurang efisien dan ekonomis. Model kerja sama dengan pihak ketiga yang bersifat strategis bisa saja kemudian akan berada di bawah kendali perusahaan induk. Dengan demikian, model bisnis atau kerja sama dengan pihak ketiga yang dilakukan perusahaan yang berada di bawah perusahaan induk, apalagi dinilai kurang efisien dan tak ekonomis, dapat terpangkas.
Pada masa-masa awal pembentukan perusahaan induk PT Semen Indonesia, misalnya, penolakan dari karyawan dan berbagai pihak cukup kuat. Namun, berbagai upaya konsolidasi dan komunikasi terus dilakukan. Di sisi lain, masuknya perusahaan semen global ke Indonesia membuka kesadaran bahwa konsolidasi tiga perusahaan BUMN semen, yakni Semen Gresik, Semen Tonasa, dan Semen Padang, waktu itu perlu dilakukan agar bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan semen global yang masuk ke Indonesia.
Setiap BUMN tidak bisa lagi bersaing sendiri-sendiri, apalagi bersaing sendirian menghadapi perusahaan semen global dengan modal besar. Dengan menjadi perusahaan induk, PT Semen Indonesia kini dapat menjadi produsen terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi mencapai 35 juta ton per tahun. Pendapatan dan laba perusahaan induk PT Semen Indonesia pun terus meningkat. Dari laporan tahunan 2016, laba bersih PT Semen Indonesia mencapai Rp 4,52 triliun.
Saat ini, pembentukan perusahaan induk juga tidak mudah. Ibarat jalan berkerikil dan terjal, berbagai hambatan muncul. Terakhir, permohonan uji materi kepada Mahkamah Agung (MA) terhadap pembentukan perusahaan induk BUMN di sektor industri pertambangan yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan PT Indonesia Asahan Inalum.
Permohonan uji materi ke MA terkait pembentukan perusahaan induk sektor industri pertambangan itu dinilai tak relevan. Alasannya, MA telah menolak permohonan uji materi terhadap PP No 72/2016 tentang Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. Penolakan permohonan uji materi itu dapat diartikan bahwa PP No 72/2016 sah dan tidak bermasalah secara yuridis dan merupakan payung hukum pembentukan perusahaan induk secara sektoral, baik di sektor pertambangan, migas, atau sektor lain.
Pembentukan perusahaan induk di sektor minyak dan gas, yaitu PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk dan PT Pertagas (anak usaha Pertamina) ke dalam perusahaan induk PT Pertamina (Persero) selama ini juga tak mudah. Saat ini, pembentukan perusahaan induk di sektor migas masih menunggu PP ditandatangani Presiden. Menteri BUMN sudah melakukan perubahan nomenklatur jajaran direksi Pertamina. Hambatan pembentukan perusahaan induk ternyata tidak hanya terkait aspek finansial, legal, kultur, dan sosial setiap BUMN. Namun, juga terkait tarik-menarik berbagai kepentingan, termasuk aspek politis.
Ini menyebabkan BUMN di Indonesia sulit terkonsolidasi, maju, dan mampu bersaing di tingkat global. Sementara BUMN di China, Singapura, atau Malaysia berhasil memperlebar sayap bisnis ke banyak negara karena mampu mengatasi berbagai hambatan lebih cepat. (FERRY SANTOSO)