JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diharapkan mengantisipasi kerugian petani jagung akibat anjloknya harga pada panen raya kali ini. Produksi diperkirakan berlimpah, sementara infrastruktur pascapanen belum siap. Kapasitas penyerapan industri pakan pun terbatas. Ekspor juga dinilai belum signifikan jumlahnya.
Anggota Dewan Penasihat Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman, Senin (19/2), menyatakan, kapasitas silo (fasilitas penyimpan bahan curah termasuk biji-bijian) yang dimiliki pabrik pakan hanya sekitar 1,3 juta ton, sementara gudang sekitar 0,7 juta ton. ”Pabrik mulai mengisi stok, bahkan beberapa sudah ’kekenyangan’, terutama (pabrik-pabrik pakan) di Pulau Jawa,” ujarnya.
Dengan kapasitas penyerapan sebesar itu, harga jagung bisa jatuh lebih rendah. Apalagi, jika sesuai dengan data Kementerian Pertanian, panen mencapai 5 juta-6 juta ton per bulan. Menurut Sudirman, pemerintah perlu membangun infrastruktur pascapanen untuk membantu petani mengelola hasil panen, khususnya mesin pengering dan gudang penyimpan.
Harga jagung di gudang pabrik pakan dilaporkan mulai turun, seperti di Jawa Barat yang berkisar Rp 3.700-Rp 3.800 per kg seiring mulainya panen musim ini. Sebulan lalu, harga jagung masih di atas Rp 4.000 per kg.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, seusai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin pagi, menyatakan, pemerintah mesti mengawal jagung yang diproduksi petani. ”Intinya, Presiden minta petani jangan dirugikan, kalau harga jatuh, serap dan ekspor,” ujar Amran.
Amran mengklaim telah mengekspor 57.000 ton jagung dari Gorontalo ke Filipina. Selain ke Filipina, Indonesia juga akan mengekspor jagung ke Malaysia. Namun, saat yang hampir bersamaan, Kementerian Perdagangan mengeluarkan izin impor jagung yang diklaim khusus untuk industri sebesar 171.000 ton.
Menurut Amran, ekspor ditempuh untuk menyerap jagung petani dan menstabilkan harga yang jatuh di tingkat petani. ”Sekarang harga di lapangan jatuh, ada Rp 2.000-Rp 2.500 per kg, solusinya ekspor. Selanjutnya, ekspor dari Sumbawa dan Sulawesi Selatan,” kata Amran.
Ekspor jagung menjadi ironi karena pada saat yang sama impor masih terjadi. Sejauh ini, izin impor telah diterbitkan dan diklaim untuk kepentingan industri dalam negeri berorientasi ekspor. Izin impor diberikan untuk lima perusahaan, yaitu PT Tereos FKS Indonesia, PT Indofood, PT Miwon Indonesia, PT Sinar Unigrain Indonesia, dan PT Nutrifood Indonesia.
Dalam catatan Kompas, awal Februari ini, harga jagung di sejumlah sentra, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat, berkisar Rp 2.500-Rp 3.500 per kg. Di beberapa wilayah, harga lebih rendah karena kadar air tinggi. Di sentra produksi di Kabupaten Lampung Selatan, harga jagung berkisar Rp 2.000-Rp 2.300 per kg. Di Lampung Timur, harga jagung malah hanya Rp 1.800-Rp 1.900 per kg.
Tahun 2018 ini, Kementerian Pertanian menargetkan produksi jagung akan mencapai 24 juta ton. Dengan demikian, bukan hanya mencukupi kebutuhan dalam negeri, tetapi jagung juga bisa diekspor. (MKN/INA)